TEMPO Interaktif, Bukan perkara sulit untuk menemukan pengidap masalah kesehatan jiwa di sekitar kita. Dari yang cukup terawat oleh keluarganya hingga yang berkeliaran di jalan-jalan menjadi gelandangan.
Kekerapan terjadinya kasus gangguan jiwa di Indonesia saat ini memang cukup tinggi. Yaitu sebesar 11,6 persen untuk gangguan mental emosional di atas usia 15 tahun dan 0,46 persen untuk gangguan jiwa berat. Data ini didapat berdasarkan riset kesehatan dasar pada 2007.
Saat ini diperkirakan lebih dari 19 juta orang Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan emosional, misalnya cemas dan depresi. Gangguan itu paling banyak dialami warga Jawa Barat. Jumlahnya mencapai 20 persen.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sekitar 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa. Kasus terbanyak 150 juta orang karena depresi dan 90 juta orang dengan gangguan penggunaan alkohol, obat-obatan, serta Napza (narkotik, psikotropika, dan zat aditif).
Albert Maramis, dokter spesialis kesehatan jiwa dari WHO, mengatakan pemerintah belum punya sarana pemulihan untuk menanggulangi pasien ketergantungan alkohol. "Anggaran kesehatan jiwa di kementerian cuma 1 persen," kata Albert.
Gangguan jiwa, menurut The World Health Report 2001, dialami kira-kira oleh 25 persen dari seluruh penduduk pada suatu masa dalam hidupnya. Sementara itu, lebih dari 40 persen didiagnosis secara kurang tepat, sehingga menghabiskan biaya untuk pemeriksaan laboratorium dan pengobatan yang tidak tepat.
Masalah kesehatan jiwa di masyarakat sedemikian luas dan kompleks, saling berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Menimbulkan tingkat stres yang tinggi, kecemasan konflik, ketergantungan terhadap Napza, serta perilaku seksual yang menyimpang.
Sementara itu, ternyata jumlah psikiater di Indonesia masih sangat kurang. Saat ini jumlahnya baru 600 dokter. Kebutuhan idealnya mencapai 8.000 orang.
Menurut Kepala Subdit Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Suyatmi, di Bandung, idealnya di antara 30 ribu orang dalam suatu populasi terdapat seorang psikiater. "Saat ini rata-rata satu psikiater menangani 240 ribu orang," ujarnya saat pertemuan dengan media massa tentang kesehatan jiwa beberapa waktu lalu.
Untuk menambah kekurangan itu, Kementerian Kesehatan kini telah membuka delapan pusat pendidikan yang mencetak tenaga psikiater. Selain itu, dokter-dokter pusat kesehatan masyarakat dilatih psikiater rumah sakit pusat daerah untuk mendeteksi dini kesehatan jiwa masyarakat.
Depresi menjadi faktor penyebab terbanyak kasus bunuh diri. Khusus di kalangan anak-anak, angka kasus tersebut paling banyak terjadi di daerah Gunungkidul dan Bali. "Umumnya disebabkan oleh kemiskinan," kata Suyatmi. Adapun gangguan jiwa berat, berdasarkan riset kesehatan dasar 2007, sekurangnya mencapai satu juta warga.
Menurut Albert, masyarakat masih kurang memahami gejala gangguan jiwa, misalnya depresi, cemas, hingga gangguan neurotik. Di sisi lain, upaya pemerintah juga belum banyak untuk menyehatkan jiwa warganya. "Kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Indonesia masih lebih dari 90 persen," ujarnya.
Sekitar 30 persen dari seluruh penderita yang dilayani dokter di pelayanan kesehatan primer, misalnya puskesmas, adalah pengidap gangguan jiwa.
Menjelang Lebaran yang lalu, tingkat hunian Rumah Sakit Khusus Jiwa dan Penyalahgunaan Narkoba Duren Sawit meningkat. Pasalnya, banyak keluarga pasien tidak mau terganggu aktivitasnya.
Direktur Utama RS Duren Sawit Joni H. Ismoyo, di kantornya, mengatakan pasien titipan biasanya dari keluarga terpandang. Usianya berkisar 40 tahun. Pasien ini, kata dia, dikhawatirkan kumat saat keluarga merayakan Lebaran. "Takut kumat dan mengamuk."
Menurut Joni, setiap mendekati Lebaran, situasinya selalu seperti ini. "Banyak yang tidak nyaman dan malu jika keluarganya terganggu jiwanya," tuturnya.
Sebagai antisipasi, pihaknya akan selektif menerima pasien gangguan jiwa. Kalau tidak layak menjalani rawat inap, rumah sakit akan menolak pasien itu.
Ledakan jumlah pengidap masalah jiwa ini juga tak semata terjadi di Indonesia. Di Eropa tercatat tak kurang dari 165 juta atau 38 persen populasi di Eropa mengalami gangguan mental dan neurologis setiap tahun.
Berdasarkan sebuah penelitian besar yang baru, gangguan otak yang terjadi yaitu depresi, insomnia atau demensia, dan kecemasan. Hal ini menyebabkan beban ekonomi dan sosial dalam ukuran besar (hingga ratusan miliar euro).
Pengidapnya pun menjadi sangat menderita untuk bekerja dan hubungan pribadinya rusak. Ironisnya, hanya sepertiga kasus yang menerima terapi atau pengobatan yang diperlukan.
Hans-Ulrich Wittchen, Direktur Lembaga Psikologi Klinis dan Psikoterapi di Universitas Dresden, Jerman, serta peneliti utama di studi Eropa, memimpin penelitian selama tiga tahun di 30 negara Eropa dan Skandinavia dengan populasi sebanyak 514 juta orang.
Dia dan timnya melihat 100 penyakit yang mencakup semua gangguan otak, dari kecemasan, depresi untuk skizofrenia, kecanduan, serta gangguan neurologis utama, seperti epilepsi, parkinson, dan multiple sclerosis.
Hasil penelitian itu diterbitkan pada European College of Neuropsychopharmacology. Dia menambahkan, penyakit mental merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan serta menjadi beban ekonomi. WHO memperkirakan pada 2020 depresi akan menjadi penyumbang utama kedua beban penyakit global di semua usia.
ANWAR SISWADI | HERU TRIYONO | DIAN YULIASTUTI
Berita terkait
Jokowi: Daerah Kepulauan Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis
4 hari lalu
Jokowi mengatakan kemampuan produksi dokter spesialis Indonesia hanya 2.700 per tahun.
Baca SelengkapnyaMengapa Bayi Harus Diimunisasi?
5 hari lalu
Bayi harus menjalani imunisasi karena beberapa alasan tertentu yang akan dibahas dalam artikel ini.
Baca Selengkapnya6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi
6 hari lalu
Bayi penting untuk melakukan imunisasi secara rutin agar terhindar dari bahaya kesehatan mendatang. Lantas, apa saja bahaya bagi bayi yang tidak melakukan imunisasi?
Baca SelengkapnyaKonimex dan Indordesa Luncurkan Produk Baru Makanan Nutrisi FontLife One, Bidik Pasar Dewasa Muda
13 hari lalu
PT Indordesa-- anak perusahaan PT Konimex, meluncurkan produk makanan nutrisi dan perawatan kesehatan, FontLife One, di Kota Solo, Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaAliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik
14 hari lalu
Kehadiran itu membahayakan tujuan perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.
Baca SelengkapnyaSejak 2021, Jokowi 6 Kali Sampaikan Keresahan WNI Pilih Berobat ke Luar Negeri
14 hari lalu
Presiden Joko Widodo atau Jokowi acap menyampaikan keresahannya soal warga negara Indonesia yang berbondong-bondong berobat ke negara lain, alih-alih dalam negeri.
Baca Selengkapnya5 Penyebab Sulit Tidur pada Penderita Diabetes
15 hari lalu
Ternyata lima masalah ini menjadi penyebab penderita diabetes sulit tidur.
Baca SelengkapnyaPenelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi
15 hari lalu
Proyek penelitian di 13 negara ini bertujuan meningkatkan kesadaran global tentang bahan kimia berbahaya dalam plastik daur ulang
Baca SelengkapnyaJokowi Ungkap PR Besar di Bidang Kesehatan: Pintar kalau Sakit Mau Apa?
16 hari lalu
Presiden Jokowi mengungkapkan PR besar Indonesia di bidang kesehatan. Apa saja?
Baca SelengkapnyaPakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau
19 hari lalu
Pakta Konsumen Nasional meminta pemerintah untuk memenuhi hak konsumen tembakau di Indonesia.
Baca Selengkapnya