TEMPO.CO , Jakarta:Sering membangun rumah mewah tak membuat kontraktor Tan Sie Siong berkeinginan memiliki hal serupa. Rumah yang ia tempati sekarang awalnya hanya seluas 90 meter persegi pada 1998. Ketika itu, ia baru memulai bisnis kontraktor bangunan dan membina keluarga. Sembilan tahun kemudian, anak-anaknya mulai beranjak besar dan kebutuhan akan ruang pun muncul.
Siong membeli rumah tetangga dengan ukuran yang sama. Tembok pemisah kedua bangunan ia hancurkan supaya rumahnya menyatu. Tapi, penyatuan dua rumah ini seperti menyatukan dua Jerman—ada perbedaan jenjang. Rumah lama terdiri atas dua lantai, sedangkan rumah barunya itu 1,5 lantai. Agar mudah, keduanya dibagi berdasarkan fungsi.
Bagian bawah rumah baru ditujukan untuk kantor dan atasnya kamar pembantu. Adapun rumah lama tetap untuk tempat tinggal. Tapi cara ini pun tak berhasil menyelesaikan masalah. “Lama-lama sumpek juga karena banyak barang-barang dari kantor dan rumah,” kata pria dengan dua putra itu saat ditemui Tempo, Jumat, 14 Maret 2014.
Keinginan untuk merenovasi rumah pun muncul. Ia baru bisa melaksanakan niatnya itu ketika bertemu dengan arsitek Tonny Wirawan Suriadjaja dalam pertemuan arsitek sedunia di Tokyo pada 2011. Keduanya memang sudah sering bekerja sama. Perkenalan mereka sudah terjadi pada awal 2000-an. Tonny sering mempercayakan desainnya di tangan Siong, tak hanya satu-dua proyek.
Ketika Siong menyatakan keinginannya, langsung saja Tonny menyanggupi. “Saya tidak menyangka dia mau merenovasi rumah saya,” kata Siong. Sebagai arsitek utama di TWS & Partners, Tonny memang lebih sering mendesain rumah mewah. Ukuran 180 meter persegi tentu saja tak masuk dalam kategori itu.
Renovasi berlangsung selama 10 bulan pada 2012. Tonny mengerjakan desainnya, Siong mengaplikasikannya di lapangan. Dengan berbekal hasil perjalanan ke Jepang, rumah ini pun tak jauh dari gaya di sana, yaitu ringkas dan multifungsi. Hal ini terlihat dari hasil renovasi rumah yang berada di Kompleks Citra Garden 3, Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat.
Permintaan Siong hanya dua. Pertama, lantai bawah untuk kantor dan bisa menjadi aula kecil untuk kegiatan gereja. Terakhir, lantai atas untuk tempat tinggal keluarganya. Pembagian ruangan seperti itu memang terasa seperti rumah toko. Tapi hasilnya jauh dari model kotak lurus dan berpagar besi di bagian muka.
Sebelum masuk ke dalam rumah, tamu diarahkan dulu ke taman depan, samping garasi. Hanya ada sebatang pohon tabebuya di dalamnya dengan meja kaca yang seolah melayang dengan dua kursi tinggi. “Ruangan ini biasa saya pakai untuk rapat dengan klien,” kata dia.
Lalu, kita bisa masuk melalui pintu kayu tamu langsung berada di area kantor. Ada tiga ruang dalam kantor ini untuk staf, resepsionis, dan Siong. Meja staf berada pada lemari besar sehingga bisa ditutup jika tidak diperlukan. Ketika meja dilipat, ruangan itu menjadi aula kecil dan selasar menuju tangga lantai dua dan tiga.
<!--more-->
Tonny membuat tangga ini meliuk-liuk, arahnya tak lurus. “Seperti kain melayang-layang, supaya ada aksen dalam rumah,” kata arsitek lulusan Universitas Tarumanegara, Jakarta, berusia 42 tahun ini. Kita bisa melangkah ke lantai dua langsung menuju dapur dan ruang keluarga yang besar. Kaca-kaca tak hanya menempel pada dinding muka, tapi juga langit-langit. Suasananya memang jadi terasa nyaman, tidak panas karena kaca terlapis dengan pelindung cahaya matahari.
Membuat kaca di langit-langit ini bukan persoalan gampang bagi Siong. Apalagi kaca ini berada di atap beton dengan sudut kemiringan hampir 60 derajat. Ia mengecor atap ini setiap 1 meter supaya campuran semennya tidak tumpah. Kalau coran sudah setengah kering, baru ia lanjutkan lagi hingga ke bagian yang paling rendah.
Di lantai dua ini terdapat pula ruang belajar anak, dua ruang tidur, dan dua kamar mandi. Lanjut ke lantai tiga, terdapat ruangan khusus area servis dalam sebuah kotak besar. Di dalamnya, ada kamar pembantu dan ruang cuci-jemur pakaian. Tak jauh dari area itu ada dua kamar tidur lagi, kamar mandi, dan sebuah taman di atap.
Desain rumah ini, menurut Tonny, merupakan proses dari sebuah ide dan kebutuhan klien. Renovasi rumah bukan hal aneh dan pasti akan terjadi seiring dengan bertambahnya kebutuhan. Tapi, yang kerap terjadi, rumah bisa terlihat aneh dan terlihat tambal-sulam. “Bisa bagus atau bisa jadi alien,” kata dia.
Ia tak menganut form follows function. “Itu hanya memberi satu jawaban,” kata dia. “Kalau arsitektur kontemporer atau modern sekarang cenderung memberi lebih banyak jawaban.” Klien dan arsitek bersama-sama menjadi penentu desain.
SORTA TOBING