Sejumlah model memperagakan busana koleksi terbaru desainer Jenahara dalam pagelaran busana bertajuk The Fashion Moslem Capital di Balai Kartini, Jakarta, 25 Juni 2014. TEMPO/Nurdiansah
<!--more-->
Senada, Windri Widiesta Dhari juga memanfaatkan modal kecil, yakni Rp 15 juta, ketika merintis bisnis busana muslim berlabel Nur Zahra pada akhir 2009. Dengan bujet itu, ia membeli mesin jahit Rp 3 juta dan berbelanja bahan. Dulu, Windri adalah manajer penjualan produk bermerek Guess. Ia pernah menjadi General Manager Aero Wisata, anak perusahaan PT Garuda Indonesia. "Akhir 2008 aku berhenti, ngurus anak," kata Windri.
Kreativitas desainer muda inilah yang membuat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif percaya diri mempromosikan karya mereka ke mancanegara. "Perancang fashion muslim kita luar biasa. Mereka bermain dengan model, warna, tapi tetap menjaga syariat. Mereka diterima semua segmen, kelas menengah, bahkan kelas atas," kata Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar.
Hasilnya, ia menambahkan, adalah sambutan yang luar biasa. Pemerintah menargetkan Indonesia sebagai kiblat fashion muslim pada 2020. "Peluang kita di situ. Kita tidak mungkin mengejar Paris atau Milan sebagai pusat mode yang sudah lama dan mapan," kata Sapta. "Mereka yang punya uang. Beli juga nggak pakai nawar." (Baca: Bisnis Hijab Indonesia Mendunia)
Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan
48 hari lalu
Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan
Komunitas Indonesia Fashion Chamber (IFC) Yogyakarta meyakini, besarnya pasar wisatawan di Yogyakarta menjadi anugerah tersendiri untuk terus menghidupkan ekonomi kreatif di Kota Gudeg.