TEMPO Interaktif, Jakarta: Tak sengaja air mendidih dalam ceret genggaman Zulfa, 23 tahun (bukan nama asli), tumpah bersimbah ke sebagian kaki putihnya. Ini gara-gara ia terpeleset saat akan menuangkan air ke dalam termos. Zulfa meraung kesakitan sembari meniup-niup lepuhan kulit akibat guyuran air mendidih itu. Solusi yang muncul di kepalanya adalah pasta gigi. Maka pasta gigi itu pun ia oleskan ke bagian tubuhnya yang perih. Sang ibu pun ikut membalurnya dengan mentega. Maksudnya tentu untuk meredam derita putrinya.
Sayangnya, pertolongan pertama ibu dan anak pada kulit melepuh itu keliru besar. Pasta gigi dan mentega, menurut spesialis bedah plastik, dr Irena Sakura Rini SpBP, justru memperpanjang proses panas di kulit itu sendiri. "Apalagi pasta gigi berisi pemutih dan banyak (zat) kimianya, sehingga kita tidak tahu efeknya," ia menjelaskan seusai seminar kesehatan bertajuk "Meningkatkan Kualitas Hidup dengan Bedah Plastik" di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, Selasa silam. Sama halnya dengan memakai kecap, yang malah membuat panas itu lebih lama di kulit.
Yang sebaiknya dilakukan adalah mengkompresnya dengan air dingin atau mengoleskan salep antibakar (dermazin). "Prinsipnya buang panas secepat mungkin," ujar dokter berparas cantik itu. Jika penanganan telat dan membekas di kulit, bisa dilakukan tindakan medis seperti bedah plastik. Bagi sejumlah orang, kulit mulus dan sempurna adalah hal utama, khususnya sebagai penopang kepercayaan diri.
Nah, untuk kasus Zulfa, kulit melepuh dan rusak (keloid), bisa ditangani dengan skin graft, yakni menambal kulit rusak dengan kulit baru. Biasanya dicomot dari bagian yang tertutup, seperti pantat, paha, atau punggung. Selanjutnya, kulit yang diambil itu ditempel ke area yang cacat dengan teknik pencangkokan kulit. "Proses operasinya selama satu hingga satu setengah jam," Irena mengungkapkan. Saat operasi, sang pasien bisa dibius lokal atau total, tergantung letak dan luas kerusakan kulit.
Dunia bedah plastik di Indonesia memang semakin berkembang. Walaupun persepsi masyarakat masih bermuara pada kecantikan, seperti sedot lemak, memancungkan hidung, mengencangkan muka, dan lain sebagainya, namun bedah plastik tidak cuma masalah estetika, tetapi juga rekonstruksi. Tujuannya guna memperbaiki cacat atau kelainan bawaan lahir, trauma karena kecelakaan, maupun pascapengangkatan tumor. Karena itu, fungsi organ dan penampilan pasien menjadi lebih baik dan mendekati normal. "Nilai estetika dalam bedah plastik rekonstruksi juga diperhatikan," ujar dokter yang menjadi aktivis Facebook ini. Pada perkembangannya, bedah plastik estetika tetap paling banyak diminati.
Uniknya, bukan cuma perempuan yang mendambakan fisik sempurna. Para pria metroseksual juga banyak yang menyambangi RS Kanker Dharmais untuk sedot lemak, memancungkan hidung, dan face lift (tarik muka dengan atau tanpa operasi). Salah satu jenis bedah plastik yang paling banyak dilakukan lelaki dan perempuan adalah mengubah kelopak mata. "Dibuat sedemikian rupa agar tidak terlihat ngantuk, atau yang sipit biar terlihat garis kelopaknya," Irena menjelaskan.
Sejumlah artis beken, seperti Becky Tumewu, Titi Dwi Jayanti, dan Ruth Sahanaya, melakukan bedah plastik estetika untuk menyempurnakan buah dada mereka. Tidak ketinggalan, presenter Dave Hendrik juga melakukan liposuction alias sedot lemak guna merampingkan perutnya. Malah bukan selebritas saja yang mempercantik diri. Kalangan politisi, menjelang pemilu ini, ikut meraih estetika lewat bedah plastik. "Hingga kini sudah ada delapan politisi yang ke Dharmais," kata Irena. Mereka mau terlihat tampan dan cantik sebelum wajah mereka dipasang di baliho.
Masalahnya, tak hanya orang berkantong tebal yang ingin tampil prima. Orang berkantong cekak pun ingin bergaya layaknya artis. Mereka pun memilih salon untuk penyuntikan silikon. Biayanya memang cuma Rp 150-300 ribu, jauh di bawah tarif resmi di rumah sakit yang mencapai Rp 8 juta. "Ekstrak silikon memang bisa disematkan dalam tubuh manusia. Namun, jika dalam bentuk cair, unsur kimianya sudah berubah dan berbahaya," ujar dokter yang berdomisili di Jakarta Barat ini.
Mulanya hasil suntikan silikon salon memang paten. Payudara tampak padat dan montok, sementara hidung menjadi mancung. Reaksi silikon cair pada tubuh memang cukup lama. Baru sekitar tiga tahun dampak negatifnya baru terlihat. Kasus yang kerap ditemukan berupa infeksi, seperti menjadi merah, mengeras, atau membatu. Kalau di payudara disebut silikonoma payudara. Sebab itu, di jagat medis, penggunaan silikon cair tidak disarankan.
Prinsipnya, perihal mempermak tubuh adalah wewenang spesialis bedah plastik. Biaya yang digelontorkan untuk tindakan medis ini memang tidak sedikit. Artinya, Anda mesti waspada jika ada penawaran bedah plastik dengan harga miring. Tindakan yang dilakukan di salon kecantikan itu tentunya tidak sesuai kaidah-kaidah bedah plastik. Selain itu, pertimbangkan usia Anda sebelum operasi. Dicontohkan Irena, untuk melakukan face lift, seseorang mesti di bawah usia 45 tahun. Sebab, di atas usia tersebut sudah tidak bisa memakai benang lagi untuk menarik kulit wajah. "Harus masih elastis," katanya.
Sayangnya, animo menggebu masyarakat mempercantik diri tidak didukung jumlah dokter yang mumpuni. Di Indonesia, cuma ada 80 dokter spesialis bedah plastik yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Bedah Plastik Indonesia (Perapi). Bandingkan dengan Brasil yang mencapai 5.000 dokter. "Di Brasil, nenek-nenek masih antusias memakai bikini," ujar Irena.
HERU TRIYONO