TEMPO Interaktif, BANDUNG - Jumlah penderita gangguan kejiwaan di Jawa Barat diperkirakan meningkat dari 20 menjadi 30 persen dari total populasi. Salah satu penyebabnya adalah bencana seperti banjir dan gempa bumi.
"Penderita gangguan jiwa di Jabar mungkin kini menjadi 30 persen," kata Kepala Sub Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa di Sarana Kesehatan Departemen Kesehatan Eka Viora di Bandung.
Korban banjir di daerah Kabupaten Bandung, Bekasi, dan Karawang, rentan depresi. Begitu pun, katanya, korban gempa bumi Tasikmalaya beberapa bulan lalu. "Orang yang traumatik mengalami gangguan jiwa saat bencana mencapai 70-80 persen," ujarnya.
Gangguan itu misalnya susah tidur, mimpi buruk, dan merasa tertekan. "Itu kondisi normal dalam situasi abnormal," katanya. Gejala awal itu harusnya segera diatasi agar tak menjadi berat.
Berdasarkan riset kesehatan 2007, propinsi Jawa Barat menempati urutan teratas dalam peringkat gangguan jiwa. Angka rata-ratanya 20 persen dari total populasi penduduknya sebanyak 40 juta orang lebih.
Lima kabupaten teratas yaitu Purwakarta (31,9 persen), Cirebon, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Kondisi itu jauh di atas angka rata-rata nasional, yaitu 11,6 persen. Dari jumlah itu, 60 ribu orang atau 0,2 persen mengalami gangguan jiwa berat.
Menurut Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jawa Barat Niken Budi Astuti, upaya menurunkan angka gangguan jiwa itu masih menemui kendala. Diantaranya belum ada standar pelayanan kesehatan di tingkat dasar.
"Inginnya 2 menit pasien yang diduga gangguan jiwa bisa langsung terdeteksi, tapi setelah ketemu mau diapain," ujarnya. Selain mekanisme penanganan pasien gangguan jiwa, masalah dana yang kecil menjadi dalih.
Organisasi kesehatan dunia merekomendasikan pemerintah daerah menyiapkan investasi pelayanan kesehatan jiwa. Besarnya, menurut perwakilan WHO di Indonesia, Albert Maramis, dialokasikan Rp 2 ribu per kapita dari jumlah total populasi, atau sekitar Rp 80 miliar per tahun untuk di Jawa Barat.
Duit itu, kata dokter spesialis kejiwaan itu, untuk biaya pelatihan petugas medis dari Puskesmas hingga rumah sakit, sampai obat untuk pasien. Di beberapa negara, cara itu sudah dilakukan. Indonesia, kata dia, sudah harus melayani pasien gangguan jiwa dari tingkat dasar di seluruh Puskesmas.
ANWAR SISWADI