Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cerita Rakyat dari Pelabuhan Tua

image-gnews
Dermaga Pelabuhan Paotere, Makassar. TEMPO/ Subekti
Dermaga Pelabuhan Paotere, Makassar. TEMPO/ Subekti
Iklan
TEMPO Interaktif, Makassar - Saat kecil, Andi Makkawaru Daeng Pawinru, senang jika air laut surut. Sebab, ia akan mendapat tanah lapang untuk bermain atau mencari kerang di sela batu karang Pantai Gusung, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar. Dulu, rumahnya dibangun di pantai yang kini telah berubah menjadi bangunan kantor Kelurahan Gusung.

"Rumah saya dulu tepat di kantor kelurahan itu," kata Makkawaru mengisahkan keadaan Pelabuhan Paotere sebelum terjamah oleh fasilitas modern seperti saat ini. Makkawaru adalah warga kawasan Pelabuhan Paotere yang lahir di sana. Separuh hidupnya dihabiskan di laut mencari ikan bersama ayahnya hingga ia menjadi punggawa kapal. Kini, bapak enam anak ini tidak melaut lagi. Ia menjual kapal lambo miliknya dan membuka toko di pintu II Pelabuhan Paotere. "Sebenarnya, daerah ini bukan Paotere, melainkan Gusung. Daerah Paotere berada di dekat kanal hingga pelelangan ikan," katanya.

Makkawaru tak tahu pasti kapan penamaan Paotere dan Gusung itu muncul. Sebab, bapak kelahiran 1952 ini sudah melafalkan nama itu sejak kecil. Menurut dia, penyebutan nama Paotere tidak lepas dari aktivitas penduduk yang bermukim sekitar sungai yang sekarang disebut Kanal Paotere. "Mereka adalah pendatang. Mereka dari Mandar yang ahli merajut tali atau otere. Nenek-nenek kita dulu menyebutnya paotere, pembuat otere," ujar Makkawaru. Sementara itu, nama Gusung juga memiliki kisah sendiri. Menurut Makkawaru, daerah yang saat ini merupakan kawasan Pelabuhan Rakyat Paotere terbentuk dari gundukan tanah akibat dorongan air laut. "Disebut Gusung karena dulu tidak ada pohon dan banyak tanah gundukan," kata dia. Begitu juga dengan daerah Cambaya, yang berada di kawasan ini. Nama Cambaya lahir karena banyak pohon asam di sana yang disebut camba.

Ketiga daerah ini menjadi kenangan bagi Makkawaru. Hingga 1970-an, daerah itu dikuasai oleh petambak dan pedagang ikan. Hingga kini, masih terdapat tambak ikan dan udang di sana.

Selain itu, kapal nelayan dengan sebutan lete, lambo, pajala, karoro, patorani, dan sandeq, bersandar di pinggir Pantai Gusung. Menurut Makkawaru, pengguna kapal itu adalah nelayan dari Parepare, Mandar, Maros, dan Buton, yang datang menjual ikannya kepada palembarak (pemukul) dan pagandeng atau pedagang yang menggunakan sepeda dari Makassar dan sekitarnya. "Kapal nelayan, dari Cambaya, Gusung, hingga Paotere, berjejer saat itu," jelasnya.

Menurut dia, aktivitas nelayan yang terkonsentrasi di Pantai Gusung akhirnya membentuk pasara atau pasar yang tidak hanya bertransaksi dari hasil laut, tapi juga pakaian dan kebutuhan rumah tangga. Bekas pasar dan tempat pelelangan ikan masih bisa ditemui saat ini di perempatan Jalan Sabutung Baru dan Jalan Barukang Raya, Jalan Barukang Utara, hingga pintu lama Paotere.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada 1970-1980, pemerintah mereklamasi Pantai Gusung dan Paotere serta membangun pemecah ombak. "Setelah diambil alih oleh pemerintah, kapal pinisi pun sudah bisa masuk," kata Makkawaru. Kehadiran kapal pinisi kini menjadi objek menarik para wisatawan.

Catatan sejarah Sulawesi Selatan menyebutkan, Paotere adalah salah satu pelabuhan rakyat warisan tempo dulu yang pernah menjadi penggerak ekonomi Makassar. Aktivitas niaga di sana diperkirakan sudah terjadi sejak abad ke-14, di bawah kendali Kerajaan Gowa-Tallo.

Faisal Sapatta, warga setempat, menyebutkan kawasan yang berjarak lima kilometer dari Pantai Losari ini banyak dikunjungi oleh wisatawan. "Hingga sekarang masih banyak wisatawan luar dan lokal yang datang," ujar pria berusia 43 tahun ini. Mantan pegawai bank swasta ini menyebutkan, di antara beberapa objek wisata Paotere yang masih terjaga adalah masih adanya berbagai kapal tradisional, seperti pinisi, kapal penumpang antarpulau, kapal nelayan jolloro, katinting, karoro, patorani. "Pemandangan ini banyak yang suka."

| ABD AZIS

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


David Beckham Pernah Touring dengan Motor Chopper ala Jokowi

20 Januari 2018

Bintang sepakbola David Beckham tertangkap kamera berjalan-jalan di kota Los Angeles menggunakan sebuah sepeda motor antik berjenis chopper. entertainmentwise.com
David Beckham Pernah Touring dengan Motor Chopper ala Jokowi

Beckham berjalan-jalan menggunakan Harley-Davidson klasik bergaya motor chopper seperti kepunyaan Jokowi.


Setelah Teror Truk, Pelancong yang Masuk Amerika Makin Ribet

1 November 2017

Para turis berjalan-jalan di distrik Tumon di pulau Guam, Wilayah Pasifik A.S., 10 Agustus 2017. Kim Jong Un dalam pernyataannya menyebut akan mengirimkan empat rudal balistik ke Guam. REUTERS/Erik De Castro
Setelah Teror Truk, Pelancong yang Masuk Amerika Makin Ribet

Presiden Donald Trump mengatakan dia telah memerintahkan agar pemeriksaan terhadap pelancong asing yang masuk Amerika Serikat kian diperketat.


Baru Jadian, Pasangan Ini Korban Kecelakaan Roller Coaster  

5 Juni 2015

Proses evakuasi korban terjebak di roller coaster Alton Towers. BBC.co.uk
Baru Jadian, Pasangan Ini Korban Kecelakaan Roller Coaster  

Dua remaja yang mengalami cedera paling parah akibat insiden roller coaster Alton Towers.


Jumpa Saudara Asal Indonesia di Arequipa, Peru

7 Desember 2014

Plaza de Armas Kota Arequipa, Peru, Amerika Latin. (TEMPO/Shinta Maharani)
Jumpa Saudara Asal Indonesia di Arequipa, Peru

Kecantikan kota ini bertambah oleh hadirnya Basilica Catedral de Arequipa.


Cuit Rem dan Perang Klakson di Lima, Peru

6 Desember 2014

Kota Lima, Peru, Amerika Latin merupakan satu di antara World Heritage Site oleh UNESCO. (TEMPO/Shinta Maharani)
Cuit Rem dan Perang Klakson di Lima, Peru

Ada cerita tentang seorang pejabat Kedutaan Besar Indonesia di Lima yang nyaris ditubruk mobil.


Bocah 9 Tahun Berhasil Daki Gunung Aconcagua

28 Desember 2013

Tyler Armstrong, bocah laki-laki berusia 9 tahun dari Amerika Serikat berhasil mendaki gunung Aconcagua, yang merupakan gunung tertinggi di benua Amerika. abcnews.go.com
Bocah 9 Tahun Berhasil Daki Gunung Aconcagua

Telah lebih dari 100 orang meninggal saat berusaha menaklukan Aconcagua.


Lima Tempat Indah Papua Nugini Layak Dikunjungi

16 Agustus 2013

Oro Fjord. Gadling.com
Lima Tempat Indah Papua Nugini Layak Dikunjungi

Lima tempat wisata indah di Papua Nugini yang layak dikunjungi.


Festival Seni Pertunjukan Internasional di Padang

16 Agustus 2013

Ketika Nan Jombang Dance Company tengah berlatih tari di Kota Padang, Sumatera Barat, 30 September 2009, gempa berkekuatan 7,6 SR mengguncang kota itu. Bencana itu  kemudian mendorong Ery Mefri dan para penarinya mengembangkan karya baru berjudul Tarian Malam. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Festival Seni Pertunjukan Internasional di Padang

Sumatera Barat sebagai daerah destinasi membutuhkan seni pertunjukan berlevel internasional.


Festival Toraja Diundur

12 Agustus 2013

Pembukaan festival budaya Lovely December In Toraja 2010 di Makale, Kabupaten Tana Toraja, Sulsel. TEMPO/Hariandi Hafid
Festival Toraja Diundur

Festival Toraja akan digabungkan bersama kegiatan Lovely Desember.


Ribuan Orang Kunjungi Balekambang  

11 Agustus 2013

Sarana outbond Taman Balekambang, Solo. Tempo/Andry Prasetyo
Ribuan Orang Kunjungi Balekambang  

Libur Idhul Fitri dimanfaatkan sebagian masyarakat untuk mengunjungi tempat wisata, di antaranya Taman Balekambang, Solo.