TEMPO.CO, Jakarta - Sudah kurus, pendek pula. Itulah Yanuarius Tole, bocah hampir tiga tahun asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Tempo mendapatinya tengah digendong sang ibu di Puskesmas Beru, Kabupaten Sikka, pada Sabtu pekan lalu.
Berdasarkan data timbangan dan ukuran tinggi badan, Yanuarinus kalah jauh ketimbang bocah umumnya yang seusia dengannya. “Barusan ditimbang beratnya 9,2 kilogram,” kata Sicilia, sang ibu. "Tingginya 60 sentimeter."
Di NTT, kondisi yang dialami Yanuarius juga dialami banyak anak lainnya. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Delly Passande, mengatakan satu dari dua anak di Sikka mengalami gangguan pertumbuhan tinggi badan atau stunting. Angka ini berada di atas angka nasional yaitu 35 persen.
NTT adalah provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi yaitu 58 persen. “Sebabnya adalah gizi buruk yang dialami janin dalam 1000 hari pertama sejak dalam masa kandungan sampai usia tiga tahun,” kata Delly saat ditemui di kantornya.
Dia menjelaskan, stunting adalah gangguan pertumbuhan yang terjadi pada balita di mana pertambahan tinggi badan anak tidak sesuai dengan pertambahan umur. Pencegahannya dapat dilakukan sejak masa pra-kehamilan dimana seorang ibu harus mempunyai berat badan yang cukup sesuai dengan tinggi badannya.
Selain itu calon ibu juga harus mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang untuk menjaga pertambahan berat badan yang ideal untuk kehamilannya. Masa kehamilan dan menyusui menjadi sangat penting bagi seorang ibu karena akan sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
Sicilia mengakui gejala-gejala itu. Rendahnya pendidikan dan tingkat ekonomi keluarga, membuat Sicilia tidak menghiraukan asupan gizi anak-anaknya sejak masa kandungan. “Makan seadanya saja,” kata perempuan 45 tahun itu.
AMIRULLAH