TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei South East Asia Nutrition Survey (SEANUTS) menunjukan anak Indonesia masih terancam sangat pendek (stunting) dan kekurangan vitamin D. Anak lelaki lebih banyak mengalami kependekan dibanding anak perempuan.
SEANUTS merupakan survei mengenai status gizi anak-anak usia 6 bulan sampai 12 tahun, didukung dana FrieslandCampina yang dilakukan oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) di 48 kabupaten atau kota dari 25 provinsi dengan responden mencapai 7.200 anak. Studi ini juga dilakukan di Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang bekerja sama dengan universitas atau lembaga setempat.
Pada 27 Mei 2013 dilakukan Gerakan Nusantara (Minum Susu Tiap Hari Untuk Anak Cerdas Aktif Indonesia) diresmikan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Prof.Dr. Ir. H. Musliar Kasim, M.S di Graha Utama Kemendiknas, 27 Mei 2013 yang dihadiri spesialis gizi klinik yang juga Guru Besar Universitas Andalas Prof. dr. Fasli Jalal Ph.D, SpGK, residen Kedokteran Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Sophia Benedicta Hage, jajaran Kementerian dan Kebudayaan RI, dan Frisian Flag Indonesia.
Dalam temuan penting SEANUTS tentang pengaruh zat gizi makro dan zat gizi mikro vitamin dan mineral terhadap tumbuh kembang anak optimal diketahui, kadar vitamin D di bawah 50nmol/L pada anak Indonesia usia 24 -59 bulan sebesar 41,4 persen, dan pada anak usia 5 – 12 tahun sebesar 46,7 persen.
Prevalensi anemia berdasarkan pengukuran hemoglobin pada anak usia 24 – 59 bulan adalah, 13,4 persen, dan pada anak usia 5 – 12 tahun sebesar 12,7 persen. Diketahui pula, berdasarkan aktivitas fisik, anak perempuan lebih aktif dibanding anak laki-laki.
Untuk data anak balita yang kondisi stunting (sangat pendek) lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, dengan perbedaan sekitar 2,2 persen sedangkan pada anak usia 5 – 12 tahun stunting juga lebih banyak dialami anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan perbedaan sekitar 1 persen.
Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi, anak-anak Indonesia masih mengalami kekurangan vitamin D dan kurang melakukan aktivitas fisik di luar ruangan. Komponen nutrisi yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi vitamin D, kalsium dalam susu. Susu mengandung sekitar 100 IU vitamin D per 200 ml, bisa memenuhi kecukupan vitamin D sebesar 25 persen per hari. Kombinasi zat gizi mikro (vitamin dan mineral) dan zat makro (protein, karbohidrat dan lemak) membantu mencegah stunting (tubuh pendek) dan wasting (kekurangan berat badan).
Menurut Sri Megawati, Human Resources and Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia, “Hasil penelitian SEANUTS menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia masih
mengalami stunting (sangat pendek) dan kekurangan vitamin D.”
Kebiasaan jajan di luar, main game di dalam ruangan dan menonton televisi menjadi pola pembentuk anak anak masa kini. Anak anak kurang mendapat gizi baik, kurang mendapatkan cukup matahari dan kurang aktif melakukan aktivitas fusuk di luar ruangan. Kalsium yang terdapat dalam susu serta paparan sinar matahari pagi hari adalah faktor pengolah vitamin D agar terbentuk dan terserap dengan baik di dalam tubuh.
Prof. dr. Fasli Jalal Ph.D, SpGK, spesialis gizi klinik yang juga Guru Besar Universitas Andalas dan mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengemukakan, “Setelah anak anak melewati masa periode emas, pemenuhan gizi dan energi usia pra sekolah serta usia sekolaj dasar, tidak boleh diabaikan,” katanya. Selain itu, dibutuhkan mengoptimalkan pertumbuhan fisik yang cepat di usia sekolah (growth spurt), percepatan pertumbuhan fisik, kinerja otak untuk proses pembelajaran anak dan aktivitas fisik yang tinggi.
Kebutuhan energi anak usia pra sekolah (4 - 6 tahun) sebesar 1.600 kalori dan anak usia sekolah dasar (7-12 tahun) berkisar antara 1.800 – 2.200 kalori. Anak harus mendapat asupan lengkap zat gizi makro dan zat gizi mikro dari aneka ragam makanan (tidak makan makanan jenis tertentu saja), dibiasakan sarapan setiap pagi, memilih jajanan yang sehat, dan minum susu setiap hari.
Sinar matahari menjadi salah satu faktor pengolah vitamin D agar terserap dengan baik di dalam tubuh. Kegiatan luar ruang yang langsung berhadapan dengan sinar matahari akan membantu proses pembentukan vitamin D lebih baik lagi.
Gerakan Nusantara ini mengajak anak-anak Indonesia usia pra sekolah dan sekolah dasar untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bergizi, minum susu setiap hari serta aktif di luar ruang mendapat sinar matahari pagi.
Angka Human Development Index (HDI) Indonesia menduduki ranking ke 121 pada tahun 2013. Masih di bawah rata-rata HDI di kawasan Asia, HDI menjadi indikator kualitas sumber daya manusia ditinjau dari segi ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
Pada acara ini juga diperkenalkan Senam Nusantara yang dibuat Sophia Benedicta Hage dari residen Kedokteran Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Menurutnya, olahraga pada anak idealnya dilakukan di luar ruang pada pagi hari sebelum jam 10.00 pagi, agar pembentukan vitamin D dalam tubuh oleh sinar matahari lebih optimal. Misalnya, senam minimal 60 menit sebanyak 7 kali seminggu, mengikuti irama musikm. Anak anak merasa senang dan mudah mengingat gerakan.
Kombinasi asupan kalsium dan vitamin D serta olahraga yang cukup akan mengoptimalkan pertumbuhan tulang yang kuat serta mendukung growth spurt – percepatan pertumbuhan fisik di usia sekolah - dan mencegah stunting.
Gerakan ini akan meliputi kegiatan Diklat Tenaga Pengajar PAUD, serta kegiatan edukasi bagi siswa dan guru di berbagai sekolah dasar di beberapa kota di Indonesia dengan penerapan konsep kantin sehat di beberapa sekolah dasar ,sebagai pilot project dengan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal (PAUDNI) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas).
EVIETA FADJAR