TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi perempuan Aisyiyah mendesak agar deteksi dini kanker serviks masuk dalam cakupan layanan Jaminan Kesehatan Nasional. Meski telah tercantum sebagai cakupan layanan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), namun deteksi dini kanker serviks melalui tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dan Pap Smear belum dapat diakses oleh peserta JKN secara gratis.
“Indonesia sudah darurat kanker serviks, deteksi dini mau tidak mau harus dilakukan untuk mencegah semakin banyak perempuan terkena kanker serviks dalam stadium lanjut,” kata Sekretaris Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah, dalam keterangan persnya, Selasa, 1 September 2015.
IVA merupakan deteksi dini kanker serviks melalui pengolesan asam asetat pada bagian serviks atau leher rahim. Sedangkan Pap Smear adalah deteksi dini kanker serviks dengan mengambil jaringan sel pada leher rahim.
Tri mengatakan, berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit pada 2010, jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap pada kanker payudara terbanyak yakni 12.014 orang. Sedangkan kanker serviks terbanyak kedua sebesar 5.349 pasien.
Dalam data Riskesdas 2013, prevalensi tumor kanker di Indonesia 1,4 per 1.000 penduduk atau 330 ribu orang, dan kebanyakan menyerang perempuan. Sayangnya, ujar Tri, sebanyak 70% pasien kanker sudah berada pada stadium lanjut. "Hal Itu menjelaskan mengapa angka kematian karena kanker payudara dan serviks di Indonesia tinggi,” jelas Tri.
Tri menyayangkan masih sedikitnya perempuan di Indonesia yang melakukan deteksi dini kanker serviks, yaitu baru 5 persen dari idealnya sebanyak 80 persen. Data Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa pada tahun 2014, baru 886,036 atau 2,3 persen dari 37.415.483 perempuan usia antara 30-50 tahun yang telah melakukan IVA dan Pap Smear. “Sudah seharusnya JKN mencakup layanan IVA dan Pap Smear secara gratis,” tegas Tri Hastuti.
Ia mengatakan, meski screening (deteksi dini) telah tercantum dalam cakupan layanan JKN, tapi temuan Aisyiyah di beberapa kabupaten, seperti Pangkep dan Takalar di Sulawesi Selatan, peserta JKN belum dapat melakukan tes IVA atau Pap Smear secara gratis.
Memperkuat argumentasi pentingnya deteksi dini tercakup dalam layanan JKN, Tri mengutip data Fadjriadinur, Direktur Pelayanan BPJS, bahwa BPJS Kesehatan telah menghabiskan 1,54 triliun pada 2015 ini untuk menutup biaya pengobatan di RS maupun biaya pencegahan terkait kanker.
Dari 1,54 triliun tersebut, 905 miliar digunakan untuk membiayai pengobatan di RS, dan hanya 44 miliar yang digunakan untuk biaya pencegahan. Data tersebut, tambah Tri Hastuti, menunjukkan besarnya biaya yang telah dihabiskan untuk pengobatan dibandingkan upaya pencegahan. "Sudah saatnya, paradigma pembangunan kesehatan kita beralih dari kuratif ke preventif,” ujarnya.
AWANG DARMAWAN