TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan sebanyak 94 persen benang bedah yang beredar di Indonesia dan digunakan oleh para dokter masih impor. "Di Indonesia, sebanyak 94 persen kebutuhan benang bedah masih impor," kata Linda, dalam peresmian pabrik benang bedah nasional pertama di Indonesia, PT Triton Manufactures, Sabtu, 19 September 2015, di Sentul, Jawa Barat.
Ia mengatakan sampai saat ini pun baru satu perusahaan yang memproduksi benang bedah buatan sendiri. "Sisanya asing, dan didominasi oleh Jerman," katanya.
Baca Juga:
Memproduksi benang bedah dalam negeri tentu akan mengurangi pengeluaran para pengguna alat kesehatan itu. Pimpinan Triton Manufacture Wawan Lukman mengatakan dengan memproduksi sendiri, pihaknya berani menjual benang bedah dengan harga 30-40 persen lebih murah dibandingkan barang impor. Pengurangan itu terjadi karena pengurangan pajak impor sehingga bisa membantu devisa negara.
Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek mengatakan benang bedah merupakan salah satu alat kesehatan yang sangat diperlukan. Nila mengatakan dalam data yang dimilikinya, Jaminan Kesehatan Nasional harus menganggarkan sebanyak 30 persen untuk masalah bedah. Bila digunakan benang bedah lokal dengan kualitas global dan harga miring, tentu JKN akan mengalami penghematan yang signifikan.
Dari sisi kasus, kata Nila, kecelakaan ada di peringkat nomor dua di Indonesia. Kecelakaan pun terkadang memerlukan tindakan jahit yang tentunya menggunakan benang bedah.
Ahli bedah tulang, Idrus Paturusi, pun mengaku benang bedah adalah salah satu hal yang dibutuhkan saat ini. Menurut mantan Rektor Universitas Hassanudin ini, ada sekitar 3 ribu dokter bedah yang menggunakan benang bedah dalam sekali operasi. "Tentu akan berkali lipat jumlah yang diperlukan bila dokter itu melakukan lebih dari sekali operasi masing-masingnya," kata Idrus.
Menteri Nila pun mendorong para produsen untuk mengembangkan teknologi dalam hal alat kesehatan, khususnya benang bedah. Dengan kuantitas mesin dan teknologi yang dimilikinya, tim dari Triton Manufacture mengaku hanya bisa memenuhi kebutuhan pasar Indonesia sebesar 15-20 persen saja. "Padahal bila lebih banyak diproduksi dengan kualitas baik, akan lebih banyak pula membantu Jaminan Kesehatan Nasional," katanya.
Triton Manufacture memproduksi benang bedah buatan lokal berawal dari pengalaman Indonesia menghadapi krisis ekonomi 1998. Indonesia sempat mengalami kelangkaan produk alat kesehatan karena tingginya kurs dolar terhadap rupiah. Maklum, saat itu, semua alat kesehatan Indonesia harus diimpor dan menggunakan mata uang dolar sebagai alat transaksinya. Menteri Kesehatan saat itu, Farid Moeloek, menyarankan agar Triton memproduksi alat kesehatan khususnya benang bedah untuk dalam negeri.
MITRA TARIGAN