TEMPO.CO, Jakarta - Isu kekerasan anak kembali ramai diperbincangkan baru-baru ini setelah Anggrah Ardiansyah, bocah kelas II SD, tewas oleh perbuatan temannya sendiri. Menurut Rosmini, psikolog keluarga dan anak dari Universitas Indonesia, hal ini didasari kurangnya kepekaan masyarakat terhadap perilaku emosional si anak.
"Anak perlu tahu bagaimana cara berinteraksi. Bagaimana mengungkapkan rasa tidak sukanya. Ini yang biasa disebut emotional intelligence. Hal seperti ini dipelajari oleh lingkungan terdekatnya, orang tua dan pendidik," ujar Rosmini, saat dihubungi Tempo, Selasa, 22 September 2015.
Ketidaktahuan si anak untuk mengungkapkan itulah yang akhirnya menjurus pada perilaku kekerasan. "Ini bisa terjadi lagi. Saya yakin dia juga kaget. Perlu ada perubahan mulai dari lingkungan," lanjut Rosmini.
Faktor emotional intelligence, menurut Rosmini, penting dalam tumbuh kembang emosional anak. "Kita sekarang terlalu banyak berorientasi pada prestasi. Bisa matematika, bisa membaca. Padahal yang juga tak kalah penting adalah mengajarkan anak untuk menyadari dirinya sendiri," katanya. "Hal-hal seperti ini harus diajarkan sejak balita".
Anggrah, 8 tahun, terlibat perkelahian dengan temannya sendiri saat mengikuti lomba mewarnai di sekolah, Jumat, 18 September 2015. Ia ditendang dan dipukul hingga terjatuh dan pingsan.
Anggrah kemudian dibawa ke puskesmas Kebayoran Lama. Namun kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati sebelum akhirnya dinyatakan tewas. Ia dimakamkan esok harinya.
EGI ADYATAMA
Simak juga: