Alasan Kelambu Kurang Efektif Tangkal Nyamuk Malaria

Reporter

Antara

Selasa, 8 Oktober 2019 20:30 WIB

Pemanasan Global Dorong Malaria ke Dataran Tinggi

TEMPO.CO, Jakarta - Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka malaria pada 2017 dilaporkan sekitar 219 juta kasus dan 435.000 orang di antaranya meninggal. Penyakit malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Sementara pada kasus Demam Berdarah Dengue (DBD), penularan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, diperkirakan 390 juta kasus per tahun.

Ahli dari Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Jakarta mengatakan kelambu yang sering digunakan masyakat Indonesia sebagai perlengkapan tidur masih memiliki kekurangan dalam memproteksi masyarakat dari ancaman gigitan nyamuk anopheles yang membawa parasit malaria. Peneliti utama sekaligus Site Principal Investigator di Indonesia, Profesor Syafruddin, dari LBM Eijkman di Jakarta, mengungkapkan bahwa perlindungan dari kelambu hanya memberikan proteksi bagi orang yang berada di dalam ruangan.

"Kelambu hanya memproteksi nyamuk yang datang ke rumah. Sedangkan orang Sumba sukanya sore-sore duduk di luar rumah, itu yang kurangi efek dari kelambu," kata Syafruddin.

Namun, dia tidak menyangkal bahwa kelambu berinsektisida yang dibagikan oleh pemerintah di sejumlah wilayah yang masih endemis malaria efektif menurunkan angka penularan akibat gigitan nyamuk. Syafruddin juga memberikan catatan untuk menyosialisasikan kepada masyarakat untuk menggunakan kelambu dengan benar.

"Kadang kelambu dipakai untuk jala ikan, atau hanya dilipat disimpan dalam lemari, tidak dipasang," kata Syafruddin.

Advertising
Advertising

Ilustrasi kelambu. AP/Felipe Dana

Syafruddin, bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Notre Dame di Amerika Serikat, melakukan uji klinis terhadap alat penghalau nyamuk bernama Spatial Repellent (SR) di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Alat tersebut dirancang untuk melepaskan senyawa aktif ke udara untuk menghalau nyamuk sehingga kontak manusia dan nyamuk terputus.

Senyawa yang dilepaskan dari repelen spasial akan membuat nyamuk kebingungan dan kehilangan kemampuan untuk mendeteksi manusia dan mencari darah. Menurutnya, penanggulangan atau upaya eliminasi penyakit malaria yang ditargetkan pada 2030 tidak akan bisa dicapai jika hanya melakukan hal biasa saja tanpa ada inovasi.

Syafruddin beranggapan alat SR memiliki potensi untuk membunuh nyamuk penular penyakit malaria, yaitu anopheles, beserta dengan parasit yang ada di dalam tubuhnya hingga benar-benar mencapai eliminasi. Namun, kurangnya bukti epidemiologis yang mendukung alat SR sebagai rekomendasi WHO telah menjadi masalah dalam usaha mengembangkan alat tersebut sebagai produk yang dapat diterima masyarakat.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafruddin merupakan langkah awal untuk mcndukung WHO dalam membuat rekomendasi yang tepat untuk tatalaksana strategi baru pengendalian vektor.

Berita terkait

5 Hal yang Jadi Fokus Tangani Penyakit Arbovirus seperti DBD

9 hari lalu

5 Hal yang Jadi Fokus Tangani Penyakit Arbovirus seperti DBD

Kementerian Kesehatan Indonesia dan Brazil berkolaborasi untuk memformulasikan upaya mencegah peningkatan insiden penyakit Arbovirus seperti DBD

Baca Selengkapnya

10 Hewan Paling Berbahaya di Dunia, Ada Lalat Tsetse hingga Ikan Batu

17 hari lalu

10 Hewan Paling Berbahaya di Dunia, Ada Lalat Tsetse hingga Ikan Batu

Berikut deretan hewan paling berbahaya di dunia yang bisa membunuh manusia dalam hitungan detik. Ada lalat tsetse hingga tawon laut.

Baca Selengkapnya

Ketahui Penyebab dan Proses Penularan Virus Demam Berdarah

37 hari lalu

Ketahui Penyebab dan Proses Penularan Virus Demam Berdarah

Demam berdarah disebabkan oleh salah satu dari empat jenis virus dengue yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Kenali Gejala Demam Berdarah dan Bahaya yang Mengintainya

38 hari lalu

Kenali Gejala Demam Berdarah dan Bahaya yang Mengintainya

Demam berdarah (DBD) dapat menyebabkan pendarahan serius, penurunan tekanan darah tiba-tiba, bahkan berujung pada kematian.

Baca Selengkapnya

Angka DBD di Tangerang Selatan Meroket pada 2024, 302 Kasus dalam 2 Bulan

44 hari lalu

Angka DBD di Tangerang Selatan Meroket pada 2024, 302 Kasus dalam 2 Bulan

Dalam kurun waktu dua bulan, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mencatat 302 kasus DBD.

Baca Selengkapnya

Kasus DBD DKI Jakarta: Imbauan Heru untuk Mengenakan Pakaian Panjang Anak hingga Pengaruh Musim Pancaroba

48 hari lalu

Kasus DBD DKI Jakarta: Imbauan Heru untuk Mengenakan Pakaian Panjang Anak hingga Pengaruh Musim Pancaroba

iDI mengingatkan, sampai sekitar Juni rentan kenaikan kasus DBD dipengaruhi cuaca

Baca Selengkapnya

Dinas Kesehatan Sorong Selatan Temukan 47 Kasus Malaria pada Januari-Maret

53 hari lalu

Dinas Kesehatan Sorong Selatan Temukan 47 Kasus Malaria pada Januari-Maret

Plt Kepala Dinas Kesehatan Sorong Selatan, Marthina Atanay, mengatakan seluruh kasus malaria tersebut sudah ditindaklanjuti puskesmas setempat.

Baca Selengkapnya

Saat Musim Hujan, Serangga Apa Saja yang Berkeliaran?

2 Februari 2024

Saat Musim Hujan, Serangga Apa Saja yang Berkeliaran?

Semut api, laron, dan nyamuk serangga yang merespons perubahan cuaca selama musim hujan.

Baca Selengkapnya

Universitas Jember Tambah 8 Guru Besar, dari Matematika sampai Ilmu Akuntansi

30 Januari 2024

Universitas Jember Tambah 8 Guru Besar, dari Matematika sampai Ilmu Akuntansi

Universitas Jember targetkan tembus 100 guru besar pada 2028.

Baca Selengkapnya

6 Risiko Kesehatan yang Bisa Dilihat dari Golongan Darah

12 Januari 2024

6 Risiko Kesehatan yang Bisa Dilihat dari Golongan Darah

Satu hal yang tidak bisa Anda ubah adalah golongan darah yang jadi salah satu faktor krusial penentu kesehatan.

Baca Selengkapnya