Benarkah Puasa Intermiten Bantu Sembuhkan Kerusakan Saraf?

Reporter

Tempo.co

Editor

Nurhadi

Selasa, 5 Juli 2022 16:45 WIB

Ilustrasi diet intermitten fasting. Freepik.com/user14908974

TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian terbaru menemukan puasa intermiten bisa membantu menyembuhkan kerusakan saraf. Penelitian yang dilakukan Imperial College London ini mencoba menggali kaitan puasa intermiten (intermittent fasting/IF) dan kerusakan saraf. Studi ini kemudian diterbitkan dalam jurnal Nature.

“Puasa intermiten sebelumnya telah dikaitkan oleh penelitian lain dengan perbaikan luka dan pertumbuhan neuron baru, tetapi penelitian kami adalah yang pertama menjelaskan dengan tepat bagaimana puasa dapat membantu menyembuhkan saraf,” kata penulis studi Simone Di Giovanni dari Departemen Ilmu Otak Imperial College London, dikutip dari Neuroscience News, Senin, 27 Juni 2022.

Menurut Di Giovanni, tidak ada pengobatan yang efektif untuk kerusakan saraf selain rekonstruksi bedah. Ini pun hanya efektif dalam persentase kecil. Hal inilah yang mendorong peneliti menyelidiki apakah puasa intermiten bisa membantu pemulihan.

Para peneliti lantas mengamati bagaimana puasa intermiten membuat bakteri usus tikus meningkatkan produksi metabolit yang dikenal sebagai 3-Indolepropionic acid (IPA). IPA diperlukan untuk regenerasi serabut saraf (akson) yang bertugas mengirimkan elektrokimia atau sinyal ke sel lain dalam tubuh.

Meski dilakukan pada tikus, penelitian ini diharapkan bisa berlaku untuk percobaan manusia di masa depan. Tim peneliti menyatakan bakteri yang menghasilkan IPA, Clostridium sporogenesis, juga ditemukan secara alami di usus dan aliran darah manusia.

Advertising
Advertising

Penelitian ini menilai regenerasi saraf tikus bernama ‘saraf skiatik’, saraf terpanjang dari tulang belakang ke bawah kaki yang dihancurkan. Sementara itu, setengah dari tikus menjalani puasa intermiten (dengan makan sebanyak yang mereka suka diikuti dengan tidak makan sama sekali pada hari-hari alternatif).

Sedangkan setengah tikus lainnya bebas makan tanpa batasan sama sekali. Diet ini berlanjut selama 10 atau 30 hari sebelum operasi mereka dan pemulihan tikus dipantau 24-72 jam setelah saraf terputus.

Panjang akson yang tumbuh kembali diukur dan sekitar 50 persen lebih besar pada tikus yang telah berpuasa. Puasa intermiten ternyata bisa mengubah bakteri usus pada tikus sehingga memfasilitasi peningkatan kemampuan saraf rusak untuk pulih.

“Saya pikir kekuatan (penelitian) ini membuka bidang baru di mana kita harus bertanya-tanya, apakah ini puncak gunung es? Apakah akan ada bakteri lain atau metabolit bakteri yang dapat mendorong perbaikan?” ujar profesor Ilmu Otak ini.

Selain itu, para peneliti juga mempelajari bagaimana puasa intermiten menyebabkan regenerasi saraf ini. Mereka menemukan, ada tingkat metabolit spesifik yang secara signifikan lebih tinggi, termasuk IPA, dalam darah tikus yang dibatasi dietnya.

Tikus lantas diobati dengan antibiotik guna membersihkan usus mereka dari bakteri untuk mengonfirmasi apakah IPA menyebabkan perbaikan saraf. Tikus itu kemudian diberi strain sporogenesis Clostridium yang dimodifikasi secara genetik sehingga bisa atau tidak bisa menghasilkan IPA.

Ketika IPA tidak bisa diproduksi oleh bakteri ini dan hampir tidak ada dalam serum, regenerasi terganggu. Ini menunjukkan IPA yang dihasilkan memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan meregenerasi saraf yang rusak.

AMELIA RAHIMA SARI

Baca juga: Apa Itu Intermittent Fasting?

Berita terkait

Kenapa Orang Suka Aroma Bayi? Ini Penjelasan Ilmiahnya

6 hari lalu

Kenapa Orang Suka Aroma Bayi? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Cairan amnion dan substansi seperti verniks caseosa berperan dalam menciptakan aroma bayi yang khas.

Baca Selengkapnya

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

7 hari lalu

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

Penyakit Minamata ditemukan di Jepang pertama kali yang mengancam kesehatan tubuh akibat merkuri. Lantas, bagaimana merkuri dapat masuk ke dalam tubuh?

Baca Selengkapnya

Tikus Sering Menjadi Hewan Percobaan, Ternyata Ini Alasannya

11 hari lalu

Tikus Sering Menjadi Hewan Percobaan, Ternyata Ini Alasannya

Biasanya, ketika melakukan penelitian dalam dunia medis, peneliti kerap menggunakan tikus. Lantas, mengapa tikus kerap menjadi hewan percobaan?

Baca Selengkapnya

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

12 hari lalu

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

Selain penampilan, orang tinggi diklaim punya kelebihan pada kesehatan dan gaya hidup. Berikut keuntungan memiliki tinggi badan di atas rata-rata.

Baca Selengkapnya

Selain Tikus, Inilah 4 Hewan yang Kerap Dijadikan Percobaan Penelitian

12 hari lalu

Selain Tikus, Inilah 4 Hewan yang Kerap Dijadikan Percobaan Penelitian

Berikut beberapa hewan yang kerap dijadikan hewan percobaan dalam penelitian:

Baca Selengkapnya

Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

20 hari lalu

Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

Jurnal terindeks Scopus menjadi salah satu tujuan para peneliti di Indonesia untuk mempublikasikan artikel ilmiah atau penelitiannya, bagaimana cara menulis artikel ilmiah yang terindeks scopus?

Baca Selengkapnya

Pakar Ingatkan Bahaya Main Ponsel di Toilet

25 hari lalu

Pakar Ingatkan Bahaya Main Ponsel di Toilet

Penelitian menyebut kebiasaan main ponsel di toilet tentu saja tidak baik karena membuat tubuh lebih mudah terpapar bakteri dan kuman berbahaya.

Baca Selengkapnya

Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan

28 hari lalu

Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan

World Health Summit akan pertama kali digelar di Monash University. Ada beberapa tema yang akan dibahas oleh peneliti, salah satunya, demam berdarah

Baca Selengkapnya

Jelang Gerhana Matahari 8 April, Kenali Fenomena Gerhana Matahari Terlama di Alam Semesta

34 hari lalu

Jelang Gerhana Matahari 8 April, Kenali Fenomena Gerhana Matahari Terlama di Alam Semesta

Sistem yang disebut dengan kode astronomi TYC 2505-672-1 memecahkan rekor alam semesta untuk gerhana matahari terlama.

Baca Selengkapnya

Memahami Gangguan Saraf Papiledema, Penyebab dan Gejala

35 hari lalu

Memahami Gangguan Saraf Papiledema, Penyebab dan Gejala

Papiledema adalah pembengkakan kepala saraf kedua yang terjadi secara bersamaan antara dua mata. Cek gejalanya.

Baca Selengkapnya