Bentuk Karakter Anak yang Toleran dengan Beri Pemahaman yang Komprehensif

Reporter

Antara

Rabu, 4 Oktober 2023 22:08 WIB

Ilustrasi Persekusi / Bullying. shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Psikologi Universitas Pancasila, Maharani Ardi Putri, menjelaskan pembentukan karakter dan perilaku anak didasarkan banyak faktor. Selain lingkungan pergaulan, orang tua memiliki peranan besar terhadap penanaman nilai yang dianut anak. Jangan sampai anak ditanamkan nilai yang terdistorsi sehingga perbuatan buruk yang dilakukan dianggap sebagai kebaikan.

Pola orang tua dalam mendidik dan menanamkan nilai pada anak juga penting. Tetapi perlu diingat bagaimana pun anak-anak punya proses kehidupan sendiri.

Terkait kasus perundungan yang ramai di berbagai media, Putri menjelaskan hal tersebut disebabkan pelaku tidak ditanamkan pemahaman tentang konsep toleransi terhadap pihak yang berbeda atau berseberangan. Pelaku bullying cenderung melakukan hal yang agresif, merugikan orang lain, bahkan berani menentang hukum karena memiliki nilai yang salah untuk diikuti.

"Ketika seorang anak memasuki usia remaja hingga dewasa, mereka akan mencari sendiri jalan hidupnya. Pengalaman anak yang didapatkan ketika bertemu orang-orang yang berbeda pandangan atau perspektif akan ikut menentukan orientasi hidup anak itu sendiri. Seorang anak akan mengikuti pandangan yang dirasa sesuai dengan apa yang ia yakini," katanya.

Kepala Biro Humas dan Ventura Universitas Pancasila ini menambahkan pada usia remaja, anak juga sudah menentukan apakah dia lebih percaya pada lingkungan sosial yang baru atau pada keluarga sendiri.

Advertising
Advertising

"Pada akhirnya, semua orang akan mengembangkan nilainya masing-masing walaupun kebanyakan anak akan mengadopsi sebagian besar nilai yang sama dengan milik orang tua. Terkadang pula ketika anak-anak menerima aliran atau perspektif yang berseberangan dengan apa yang ditanamkan orang tua, bisa jadi nanti dalam prosesnya mereka justru kembali lagi pada original nilai asli keluarganya," paparnya.

Ia menggarisbawahi kebanyakan guru atau tenaga pendidik seringi terburu-buru melihat anak didiknya punya perilaku yang agamis. Keinginan ini menyebabkan lingkungan pendidikan anak di Indonesia akhirnya lebih banyak dikemas oleh aspek ritual semata, seperti cara berpakaian, sikap yang terlihat santun, tetapi pemahaman agamanya sangat dangkal.

"Bahkan masih ada saja guru yang memaksakan persepsinya terhadap agama yang dia yakini. Beberapa sekolah juga masih ada yang hanya menitikberatkan pada perspektif agama saja. Sebagai contoh, kadang-kadang anak di usia remaja ada kalanya bicara tentang pacaran tetapi seringkali ditanggapi dengan cepat bahwa pacaran itu dosa tanpa diberikan pemahaman dari sudut pandang yang lebih mudah untuk dicerna para remaja," jelasnya.

Menurutnya, persoalan pahala dan dosa adalah hal yang abstrak sehingga perlu diimbangi dengan pendekatan akademis dan logis agar mudah mengajak dan membentuk karakter anak menjadi lebih baik lagi. Ia mengatakan ketika penjelasan yang orang tua atau guru berikan sulit diterima, anak jadi malas untuk mengikuti ajakan baik yang datang padanya.

Ajakan orang tua atau guru kepada anak untuk beribadah dengan lebih giat tentu tidak salah. Tetapi perlu diingat anak harus merasa dilibatkan dan tidak hanya seperti diperintah saja.

"Contohnya, ada anggapan bila anak rajin salat maka ia akan berperilaku baik. Adanya anggapan seperti ini berarti ada cara berpikir yang tidak komprehensif dan sering dipaksakan pada yang anak belum paham korelasi antara ibadah dan akhlak yang baik. Anak-anak jadi tidak terbiasa berpikir kritis karena lebih diharapkan untuk menerima saja apa yang diberikan padanya. Ironisnya, ini adalah praktik pendidikan agama di Indonesia selama bertahun-tahun," tambah Putri.

Pilih lembaga pendidikan
Psikolog anak dan keluarga ini pun mengajak orang tua mau mempertimbangkan secara bijak memilih lembaga pendidikan. Orang tua perlu bersikap kritis dan berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang lembaga pendidikan yang mengajarkan agama terhadap anak-anak mereka.

"Misalnya, walaupun orang tua mau menitipkan anaknya di pesantren, tetap harus dipelajari dulu kredibilitas lembaganya seperti apa? Kurikulumnya bagaimana? Hal ini tentunya berlaku untuk semua latar belakang agama," katanya.

Ia menerangkan anak juga perlu dibekali dengan wawasan dari bahan bacaan yang luas dan punya pergaulan dari lingkungan sosial yang sehat. Ini dapat menjadi sistem pendukung bagi anak agar dapat melihat dunia tidak hanya dari satu sudut pandang saja. Dengan begitu, anak dapat melihat benang merah dari semua pelajaran yang didapatkan, tidak hanya tekstual namun juga bisa memahami lapisan kontekstualnya.

"Kita sebagai orang tua juga perlu belajar untuk mengaitkan semua pengalaman yang dimiliki untuk menjadi pemahaman yang komprehensif untuk anak-anak kita dan mendampingi mereka untuk mencerna segala fenomena yang terjadi," tandas Putri.

Pilihan Editor: Tips Mengasah Keterampilan Sosial Anak dari Psikolog

Berita terkait

Sri Mulyani: Investasi Bidang Pendidikan Membuka Peluang Indonesia Maju

22 jam lalu

Sri Mulyani: Investasi Bidang Pendidikan Membuka Peluang Indonesia Maju

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan investasi di bidang pendidikan akan membuka peluang Indonesia menjadi lebih maju.

Baca Selengkapnya

Mbak Cicha Peduli pada Keseimbangan Pendidikan

1 hari lalu

Mbak Cicha Peduli pada Keseimbangan Pendidikan

Keseimbangan antara kemampuan akademis, karakter, entrepreneur harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sebagai kunci utama kemajuan bangsa.

Baca Selengkapnya

Tiga Aspek Membangun Pendidikan Ala Marten Taha

3 hari lalu

Tiga Aspek Membangun Pendidikan Ala Marten Taha

Pembangunan sumber daya manusia menjadi prioritas Wali Kota Gorontalo Marten Taha. Program serba gratis sejak lahir hingga meninggal, dari sekolah sampai kesehatan.

Baca Selengkapnya

Perlunya Contoh Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Karakter Anak

7 hari lalu

Perlunya Contoh Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Karakter Anak

Psikolog menyebut pendidikan karakter perlu contoh nyata dari orang tua dan guru kepada anak karena beguna dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Mayoritas Gaji Dosen di Bawah Rp 3 Juta, SPK: 76 Persen Terpaksa Kerja Sampingan

7 hari lalu

Mayoritas Gaji Dosen di Bawah Rp 3 Juta, SPK: 76 Persen Terpaksa Kerja Sampingan

Hasil riset Serikat Pekerja Kampus: sebagian besar dosen terpaksa kerja sampingan karena gaji dosen masih banyak yang di bawah Rp 3 juta.

Baca Selengkapnya

Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

7 hari lalu

Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

Sebelum memperjuangkan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara adalah wartawan kritis kepada pemerintah kolonial. Ia pun pernah menghajar orang Belanda.

Baca Selengkapnya

Makna Logo Pendidikan Tut Wuri Handayani, Ada Belencong Garuda

7 hari lalu

Makna Logo Pendidikan Tut Wuri Handayani, Ada Belencong Garuda

Makna mendalam dibalik logo pendidikan Indonesia, Tut Wuri Handayani

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

8 hari lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya

Politikus di Rusia Diguncang Silang Pendapat soal Isu Gay

8 hari lalu

Politikus di Rusia Diguncang Silang Pendapat soal Isu Gay

Alexandr Khinstein menilai politikus yang bertugas di lembaga pendidikan atau anak-anak tak boleh penyuka sesama jenis atau gay.

Baca Selengkapnya

7 Ciri-ciri Sigma Male yang Perlu Diketahui

8 hari lalu

7 Ciri-ciri Sigma Male yang Perlu Diketahui

Berikut ciri-ciri yang bisa dikenali dari orang yang memiliki karakter sigma male.

Baca Selengkapnya