Mencegah Alergi Muncul Kembali  

Reporter

Editor

Kamis, 28 Mei 2009 10:45 WIB

www.sxc.hu

TEMPO Interaktif, Jakarta: Warna merah menggurat di sebidang kulit tangan dan kaki anak laki-laki itu. Menorehkan keropeng dan rasa gatal yang tak tertahankan. Membikin risih. Doni, bukan nama asli anak itu, 9 tahun, ternyata didiagnosis dokter menderita alergi kulit--dermatitis atopik. Orang awam mengenalnya sebagai eksem. Dokter menunjuk lingkungan rumahnya yang lembap di daerah Riau sebagai pencetus alerginya. Sebab, saat orang tuanya mengajak ke Bukit Tinggi dan tinggal beberapa hari, alergi Doni dengan cepat menghilang.

Ketua Divisi Alergi dan Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo dr Dr Zakiudin Munasir, SpA(K), yang menangani Doni, mengatakan anak itu sebenarnya sudah menderita alergi sejak usia satu tahun. Apalagi ada faktor genetik yang diturunkan ayahnya. "Ayahnya adalah penderita asma," ujar Zakiudin kala dihubungi Tempo kemarin. Oleh dokter kelahiran Mojokerto ini, Doni diobati dengan obat topikal seperti salep untuk melembapkan kulit yang meradang dan iritasi.

Menurut Zaki, genetika merupakan pencetus nomor wahid penyebab penyakit alergi pada anak. Namun, tidak mutlak, karena harus ada pencetus lain, seperti lingkungan maupun gaya hidup orang tuanya. Misalnya masih banyak ibu yang ogah memberi air susu ibu (ASI) eksklusif karena sibuk bekerja. Kemudian rendahnya asupan gizi saat anak dalam kandungan. Serta paparan radikal bebas, seperti asap tembakau si ayah maupun asap akibat polusi yang cukup tinggi.

"Itu sebabnya, jumlah anak penderita alergi di Indonesia semakin meningkat, meski masih kalah dengan angka kejadian infeksi," Zaki menjelaskan saat menjadi pembicara dalam diskusi media tentang alergi anak di Hotel Gran Melia, Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Dalam presentasinya disebutkan, sebanyak 20 persen anak usia kurang dari satu tahun pernah mengalami reaksi terhadap makanan yang tergolong pada reaksi alergi.

Golongan makanan alergen yang disebutkan Zakiudin adalah susu sapi dan kambing, telur, kacang-kacangan, ikan laut, kedelai, kacang hijau, serta gandum. Semua makanan ini memiliki zat yang menimbulkan alergi dalam kadar yang berbeda. Meski kacang kedelai memicu alergi, kadarnya rendah, sehingga masih bisa sebagai pengganti susu sapi. Kemudian anak yang alergi terhadap ikan laut bisa memilih ikan tawar sebagai penggantinya, dan nasi sebagai pengganti gandum. "Kita bisa mengeliminasi makanan alergen dan menggantinya dengan makanan yang senilai untuk mencegah malnutrisi," ujar dokter yang akan berulang tahun ke-56 pada 14 Agustus mendatang ini.

Advertising
Advertising

Ketika seorang anak alergi terhadap susu, dia akan mengalami hal serupa juga pada produk susu sapi lainnya, seperti es krim, keju, atau kue-kue dengan kandungan susu atau keju. Lazimnya, kondisi ini akan berlangsung hingga akhir masa kanak-kanak. Bukan cuma susu, tapi juga alergen lain, seperti telur, kacang, dan makanan laut. Di negara-negara maju, seperti Negeri Abang Sam, sudah ada pelabelan produk makanan yang diindikasi mengandung alergen. Pelabelannya bahkan telah dilegalisasi oleh The Food Allergen Labeling and Consumer Protection Act.

Namun, Direktur Alergi dan Imunologi Rumah Sakit Anak Morgan Stanley, New York, Dr David Resnick mengingatkan, sejumlah produk makanan yang sebetulnya alergen tidak mencantumkan komposisi sebenarnya. Misalnya ada campuran kacang, susu, maupun telur meski tidak dalam porsi besar. "Jika Anda alergi terhadap kacang, saat membeli produk makanan harus ekstra hati-hati," ujarnya seperti dilansir Healthday News beberapa waktu silam.

Perjalanan alergi dalam kehidupan seseorang cukup panjang. Zaki menyebutnya allergy march. Dimulai saat sang bayi alergi terhadap makanan bayi. Lalu bisa berlanjut dengan alergi kulit atau asma pada usia 2-3 tahun. Kemudian saat asma hilang, dapat berlanjut lagi menjadi alergi hidung, dan seterusnya hingga dewasa. "Jika rantai ini tidak diputuskan, risiko alergi akan tumbuh." Untuk itu, rantai alergi harus diputus sejak dini.

Obat paling mujarab adalah memberi ASI eksklusif selama enam bulan. Sebab, ASI berisi zat, seperti protein hipoalergenik, yang bisa melindungi bayi dari alergi. Namun, jika sudah memiliki riwayat alergi, selama pemberian ASI si ibu sebaiknya menjauhi makanan alergen. Menurut Zaki, untuk pencegahan agar si anak tidak mengidap alergi, si ibu dapat mengkonsumsi obat probiotik pada trimester terakhir kehamilannya. "Kuman-kuman berfaedah yang ada dalam obat ini merangsang sel-sel kekebalan untuk membentuk antibodi dari alergi."

Kemudian untuk mengetahui apakah si kecil alergi atau tidak, dokter humoris ini menyarankan melakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan Imunoglobulin E (IgE). IgE ini adalah antibodi yang berperan pada reaksi alergi. Cara lain melalui tes kulit, yakni dengan memasukkan ekstrak alergen ke dalam kulit.

Yang patut diingat, alergi bukan cuma dari entitas manusianya saja. Dominasi lingkungan ternyata cukup tinggi. Alergi rentan timbul saat seseorang kerap terkontaminasi debu yang mengendap di karpet rumah, sisa serpihan bulu anjing atau kucing, maupun sisa makanan dan jamur. "Makanya, jangan semua ruangan di rumah memakai karpet," Zaki menyarankan. Jika pencegahan sudah terlambat, untuk pengobatan, si anak bisa diberikan imunoterapi, yaitu serangkaian suntikan alergi yang mengandung alergen tertentu.

HERU TRIYONO

Pencegahan

- Penuhi ASI eksklusif.
- Hindari asap rokok saat hamil dan menyusui.
- Hindari pemakaian karpet di rumah.
- Hindari serpihan bulu binatang peliharaan.
- Eliminasi makanan alergen dan ganti dengan makanan yang senilai.
- Bila sudah lewat enam bulan atau setahun, bisa ganti ASI dengan susu formula yang sudah diproses hipoalergenik (untuk pencegahan) atau nonalergenik (untuk yang sudah mengidap alergi susu sapi). l

Berita terkait

Jokowi: Daerah Kepulauan Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis

2 hari lalu

Jokowi: Daerah Kepulauan Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis

Jokowi mengatakan kemampuan produksi dokter spesialis Indonesia hanya 2.700 per tahun.

Baca Selengkapnya

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

4 hari lalu

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

Bayi harus menjalani imunisasi karena beberapa alasan tertentu yang akan dibahas dalam artikel ini.

Baca Selengkapnya

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

4 hari lalu

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

Bayi penting untuk melakukan imunisasi secara rutin agar terhindar dari bahaya kesehatan mendatang. Lantas, apa saja bahaya bagi bayi yang tidak melakukan imunisasi?

Baca Selengkapnya

Konimex dan Indordesa Luncurkan Produk Baru Makanan Nutrisi FontLife One, Bidik Pasar Dewasa Muda

11 hari lalu

Konimex dan Indordesa Luncurkan Produk Baru Makanan Nutrisi FontLife One, Bidik Pasar Dewasa Muda

PT Indordesa-- anak perusahaan PT Konimex, meluncurkan produk makanan nutrisi dan perawatan kesehatan, FontLife One, di Kota Solo, Jawa Tengah.

Baca Selengkapnya

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

12 hari lalu

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

Kehadiran itu membahayakan tujuan perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Sejak 2021, Jokowi 6 Kali Sampaikan Keresahan WNI Pilih Berobat ke Luar Negeri

13 hari lalu

Sejak 2021, Jokowi 6 Kali Sampaikan Keresahan WNI Pilih Berobat ke Luar Negeri

Presiden Joko Widodo atau Jokowi acap menyampaikan keresahannya soal warga negara Indonesia yang berbondong-bondong berobat ke negara lain, alih-alih dalam negeri.

Baca Selengkapnya

5 Penyebab Sulit Tidur pada Penderita Diabetes

13 hari lalu

5 Penyebab Sulit Tidur pada Penderita Diabetes

Ternyata lima masalah ini menjadi penyebab penderita diabetes sulit tidur.

Baca Selengkapnya

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

14 hari lalu

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

Proyek penelitian di 13 negara ini bertujuan meningkatkan kesadaran global tentang bahan kimia berbahaya dalam plastik daur ulang

Baca Selengkapnya

Jokowi Ungkap PR Besar di Bidang Kesehatan: Pintar kalau Sakit Mau Apa?

14 hari lalu

Jokowi Ungkap PR Besar di Bidang Kesehatan: Pintar kalau Sakit Mau Apa?

Presiden Jokowi mengungkapkan PR besar Indonesia di bidang kesehatan. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

17 hari lalu

Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

Pakta Konsumen Nasional meminta pemerintah untuk memenuhi hak konsumen tembakau di Indonesia.

Baca Selengkapnya