TEMPO.CO, Jakarta - Pengelola Moco Library Cafe, Ali Zaenal Abidin masih ingat tentang kejadian salah satu pengunjung kafenya, seorang ibu dan anaknya. Sang ibu sangat serius dengan komputer jinjingnya, si anak sibuk bermain game di telepon selulernya. Keduanya duduk berhadapan tapi seolah tak saling kenal.
Hingga suatu ketika, si anak merasa lelah dan jenuh. Dia melempar teleponnya ke atas meja. Lalu si anak memandang ke sekitar. Dia beranjak dari duduknya, mengambil sebuah majalah, lalu membacanya. Sang ibu mengikuti jejak anaknya, mematikan komputer lalu mengambil bahan bacaan lainnya yang disediakan pengelola kafe.
Percakapan baru terjadi setelah keduanya membaca. "Dimulai dari si anak yang memperlihatkan hal menarik yang ia baca kepada ibunya," kata Ali kepada Tempo, Kamis 21 September lalu. Baca: Jokowi Minta Perpusnas Berintegrasi dengan Perguruan Tinggi
Suasana dingin yang menggelayuti ibu dan anak itu perlahan hilang. Ali melihat keduanya bercakap-cakap, saling menimpali, bahkan tertawa bersama. Seolah lupa akan gawai masing-masing, yang sama sekali tak tersentuh sejak keduanya larut membaca sambil berbincang. "Dari situ saya berpikir untuk serius menggarap kafe dengan konsep pustaka," kata dia.
Ali seperti disadarkan, ketika orang memutuskan untuk nongkrong, seharusnya gawai disingkirkan dan mulai berbincang. Tatkala merasa jenuh, buku adalah pelarian terbaik karena akan ada topik-topik terbaru yang bisa jadi bahan obrolan. "Saya kerap melihat bagaimana buku bisa menghangatkan sebuah pertemuan," katanya.
Supaya tidak sebatas strategi penjualan, dia membuat sistem sewa layaknya perpustakaan. "Itu yang membuat kami berbeda dengan library cafe umumnya yang hanya boleh baca di tempat," kata dia. Buku yang ia sediakan terdiri atas beragam genre, mulai dari novel hingga berbau agama. Selain itu, Ali rajin memperbarui koleksi bukunya minimal tiga bulan sekali. Baca:
Perpustakaan Kota Yogya Sediakan Ribuan Buku Digital
Konsepnya berhasil. Mereka yang sudah pernah datang meminjam buku akan terus-menerus kembali untuk meminjam buku lagi. Bahkan tidak sedikit anak muda yang awalnya hanya datang untuk sekadar bersenda gurau kemudian tertarik membuka satu buku, membacanya, dan rutin meminjam buku di kemudian hari.
DINI PRAMITA