TEMPO.CO, Jakarta - Kendati telah memasuki masa senja, sastrawan Sapardi Djoko Damono tak mau membiarkan "hantu" bernama pikun menyerangnya. "Semua orang tua harus melakukan sesuatu agar jangan pikun. Saya kasihan melihat orang pikun. Kalau enggak menulis, saya mau ngapain lagi?" ujar pria 77 tahun ini di Jakarta, Rabu, 1 November 2017.
Kendati waktunya juga terpakai untuk mengajar di Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta, Sapardi lebih senang menenggelamkan diri dalam dunia menulis.
Saat ini, dia baru saja merampungkan naskah terakhir Hujan Bulan Juni ke penerbit. Naskah ini merupakan lanjutan buku sebelumnya.
Baca: Alasan Mengapa Sapardi Pilih Jadi Penyair
Saat tak bisa tidur saja, dia langsung menulis apa pun yang terpikir dalam benaknya. Bila tulisannya rampung, sebuah kebahagiaan luar bisa menantinya. "Saya merasa, kalau menulis dan selesai, ada perasaan bahagia. Rasa bahagia yang luar biasa," katanya.
Baca Juga:
Sapardi mengatakan waktu terbaiknya untuk menulis adalah pada pagi hari. Menurut dia, saat itu, kondisi pikiran masih segar. "Pagi jam tiga, pikiran masih segar. Saya pernah dalam semalam menulis sampai 18 sajak," tuturnya.