TEMPO.CO, Jakarta – Perisakan (bullying) masih dialami remaja di Indonesia. Anak beberapa kali mendapat perlakuan tidak mengenakan di sekolah atau di sekitar lingkungannya. Marketing Manager PT Yupi Indo Jelly Gum Anna Lumintang mengatakan bullying menjadi masalah serius di kalangan anak dan remaja. "Karena memiliki dampak psikologis dan dapat membuat prestasi mereka di sekolah menurun," katanya di FX Jakarta, Kamis, 2 November 2017.
Psikolog dari EduPsycho Reseach Institute, Yasinta Indrianti, mengatakan pengaruh bullying tidak hanya berdampak kepada korban perisakan, tapi juga pelaku. Para pelaku ini bisa saja tertanam rasa bersalah atas tindakannya semasa remaja. "Kalau perasaan bersalah itu dibiarkan, maka pelaku akan terkena dampak fatal," katanya.
Baca: Bullying Bisa Akibatkan Bunuh Diri
Perasaan bersalah itu bisa saja menghantuinya. Ketika suatu saat melihat keadaan yang mirip, ia akan kembali mengingat tentang perilakunya yang jahat kepada kawannya itu. Selain itu, kata Yasinta, pelaku yang suka melakukan perisakan bisa saja akan terbiasa melakukan penindasan di lingkungan teman-temannya, khususnya kepada temannya yang lemah. Pelaku pun akan merasa tindakan yang dilakukannya itu hal yang wajar. "Bisa saja sampai di tingkat pekerjaan, tindakan bully itu masih dilakukannya," kata Yasinta.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan adanya peningkatan kasus perisakan di kalangan pelajar Indonesia, terlihat dari angka pelakunya yang bertambah. Menurut data KPAI, mulai 2011 hingga 2016, KPAI telah menemukan 253 kasus, terdiri atas 122 anak yang menjadi korban dan 131 anak menjadi pelaku.
Baca Juga:
Baca: Konsultan Sebaya Bisa Sementara Atasi Bullying
Data ini tidak jauh berbeda seperti yang diungkapkan oleh Kementerian Sosial. Hingga Juni 2017, Kementerian Sosial sendiri telah menerima laporan 976 kasus, di mana 117 kasus terkait dengan bullying. Namun dari data ini muncul kekhawatiran, yaitu jumlah kasus lainnya yang tidak dilaporkan.