TEMPO.CO, Jakarta - Dalam tulisannya berjudul 'Malingering atau Berpura-Pura Sakit', Psikiater Klinik Psikosomatik dr Andri SpKJ FAPM menyebutkan bahwa malingering sering dikaitkan dengan gangguan kepribadian antisosial dan ciri kepribadian histrionik. "Pengamatan langsung yang berkepanjangan dapat mengungkapkan bukti berkelit karena sulit bagi orang yang berkomplot terkait malingering untuk menjaga konsistensi dengan klaim palsu atau berlebihan untuk waktu yang lama," katanya.
Orang yang sedang berpura-pura biasanya tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana harus bersikap dalam menjaga kelainan pura-pura itu agar tampak benar-benar sakit.
Baca juga:
Jangan Takut Gemuk, Buktinya Blake Shelton Jadi Pria Terseksi
Begini 5 Gaya Para Pemain Sepak Bola Internasional Saat Bepergian
Mengintip Rumah Setya Novanto, Karakternya Modern dan Transparan
Wawancara dan pemeriksaan yang berkepanjangan terhadap seseorang yang dicurigai adanya kelainan malingering dapat menyebabkan kelelahan dan mengurangi kemampuan orang yang sedang malingering untuk mempertahankan tipuan tersebut. Urutan pertanyaan yang cepat akan meningkatkan kemungkinan tanggapan yang kontradiktif atau tidak konsisten.
Disebutkan juga bahwa orang malingering biasanya keluhannya berlebihan dan tidak sesuai dengan yang biasanya dikeluhkan pasien pada umumnya. Mereka juga sering kali menyatakan ketidaksetujuan jika dianggap keluhannya tersebut tidak sesuai anatomis fisiologis yang dipahami dalam dunia kedokteran. Jika diberikan obat pun terkadang orang yang malingering menunjukkan respon yang tidak sesuai.
Begitu juga saat dilakukan pemeriksaan, biasanya sikap pasien malingering saat pemeriksaan seringkali tidak jelas atau mengelak. "Suasana hati mungkin mudah tersinggung atau bermusuhan dan isi pikir ditandai dengan sibuk merujuk terus menerus atau “keasyikan” dengan penyakit yang diklaim atau cedera," tulis Andri.