TEMPO.CO, Jakarta - Perwakilan dokter dari Departemen Pulmonologi dan Respiratori Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Elisna Syahruddin, mengatakan masyarakat memiliki pilihan metode baru untuk pengobatan kanker paru-paru bernama imunoterapi. Dokter Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan itu mengatakan imunoterapi dapat mensterilkan benih kanker paru-paru yang ada di dalam tubuh manusia.
Menurut Elisna, masih ada benih kanker yang tidak terdeteksi di dalam tubuh. “Ada benih yang tidak terdeteksi dan tidak ikut diangkat, maka (kanker) bisa tumbuh lagi,” kata Elisna dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Ngobras di restoran Penang Bistro, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat, 24 November 2017. Baca: Pesta Kahiyang Ayu dan Bobby, Mobil RI-1 Jadi Obyek Foto Bersama
Karena itu, pengobatan rutin setelah pengangkatan atau penghilangan kanker masih perlu dilakukan. Obat imunoterapi itu berupa anti PD-1 dan masuk ke Indonesia sejak Juni 2017. Imunoterapi diberikan dengan cara infus setiap tiga minggu dalam satu tahun. Selain itu, ada pilihan pengobatan kanker paru lain, yakni kemoterapi dan terapi target. Dua terapi ini sudah tersedia di rumah sakit dan umum diberikan kepada masyarakat.
Elisna berujar kemoterapi, terapi target, dan imunoterapi termasuk terapi sistemik atau systemic therapy. Untuk memilih pengobatan yang tepat, dokter mempertimbangkan jenis sel kanker dan molekular yang ada dalam tubuh pasien. Baca: Berbahasa Mandailing, Ini Arti Nasihat Jokowi untuk Kahiyang Ayu
Elisna menjelaskan, kemoterapi tidak bekerja secara spesifik, sehingga obat akan mengejar semua jenis sel. Cara pengobatan kemoterapi sama seperti imunoterapi yang menggunakan infus. Kemoterapi memiliki siklus pengobatan 4-6 kali.
Sedangkan terapi target bersifat spesifik dan hanya mematikan sel yang terdeteksi memiliki reseptor obat. Obat terapi target langsung diminum pasien.
“(Imunoterapi) tidak ada kelebihannya. Masing-masing pengobatan memiliki cara kerja dan pengaturan yang berbeda. Kalau mau semua (sel kanker) kena, seharusnya semakin banyak modalitas yang digunakan,” tutur Elisna.