TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Huzaemah Tahido Yanggo mengatakan vaksin untuk imunisasi seperti imunisasi difteri hukumnya dibolehkan. Dibolehkan artinya, inti dari vaksin itu belum semua halal, namun karena belum ada vaksin yang 100 persen halal, maka pemberian vaksin imunisasi itu tetap boleh dilakukan. "Masyarakat muslim boleh menggunakan vaksin untuk imunisasi, sambil pemerintah dan peneliti mencari vaksin yang isinya 100 persen halal," katanya saat dihubungi Tempo 11 Desember 2017.
Menurut Huzaemah, fatwa MUI terkait vaksin untuk imunisasi ini sudah dirilis pada 2016. Keluarnya fatwa itu pun tidak mudah. Sebelumnya vaksin untuk imunisasi yang diberikan secara bertahap seperti vaksin difteri diteliti di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang disebut LPPOM MUI. Hasil penelitian LPPOM itu lalu disidangkan oleh anggota komisi fatwa MUI yang terdiri lebih dari 60 orang. "60 orang tim fatwa ini memiliki latar belakang syariah semua, dan Hukum Islam. Selain itu, ada pula perwakilan dari organisasi masyarakat Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah," katanya. Baca: Beri Hadiah Cokelat saat Lihat Difteri, Anies Baswedan Dikritik
Dengan wabah kasus difteri akhir-akhir ini, Huzaemah menyarankan agar masyarakat memberikan untuk vaksin anak-anaknya. "Kondisi ini darurat, jadi boleh diberikan vaksin walau vaksinnya belum halal sepenuhnya. Hukumnya pun boleh karena mudharatnya seperti bahaya penyakit yang akan dialami lebih banyak bila tidak divaksin," katanya. "Menurut kaidah fiqih, bahaya (penyakit) itu wajib dihilangkan."
Laporan kasus difteri sejak Januari hingga November 2017 menunjukkan telah ditemukan sebanyak 593 kasus difteri dengan 32 kematian di 95 kabupaten-kota di 20 provinsi Indonesia. Pemerintah mengatakan salah satu faktor mewabahnya kembali difteri adalah karena banyak orang yang tidak mau divaksin dengan berbagai alasan, salah satunya faktor agama. Baca: Waspada, Dewasa Bisa Membawa Bakteri Difteri Selama Enam Bulan
Huzaemah membenarkan isu bahwa ada beberapa orang yang enggan memberikan anak mereka imunisasi secara penuh. Beberapa berpendapat bahwa orang dahulu tidak diimunisasi saat itu, tapi bisa hidup normal dan sehat serta baik-baik saja. Beberapa, kata Huzaemah, mengatakan enggan diimunisasi karena urusan mati bukan karena urusan tidak imunisasi, tapi karena ajal. "Makanya dalam fatwa ini, hukumnya dibolehkan, bukan dihalalkan. Pemberian vaksin imunisasi ini al-Dlarurat dan al Hajat, kalau tidak diimunisasi, akibatnya itu bisa lumpuh, cacat atau meninggal," katanya. Baca: Busana Jadi Faktor Kecelakaan Bagi Pengendara
Dalam fatwa MUI dengan nomor 04 Tahun 2016 tentang imunisasi, tertulis bahwa MUI memutuskan bahwa vaksin imunisasi termasuk imunisasi dasar untuk penyakit difteri bersifat al - Dlarurat yang artinya kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi dapat mengancam jiwa manusia. Al Hajat artinya kondisi keterdesakan yang apabila tidak diimunisasi maka akan menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang.