TEMPO.CO, Jakarta - Bagaimana tugas seorang ibu? Pegiat Kelas Parenting di paradigma Institute Makassar, Mauliah Mulkin, pernah menuliskannya di Koran Tempo, Edisi 12 Desember 2015.
Saat itu, Mulkin, menggambarkan bagaimana rumitnya pekerjaan paling penting di dunia itu dengan menjelaskan tulisan dari pakar psikologi anak, C. Drew Edwards.
Baca juga:
10 Pesan untuk Para Ibu Indonesia:Tegar dan Anti Korupsi
Era Digital, 7,1 Juta Pekerjaan Perlahan Akan Hilang
Gaya Foto Pertunangan Pangeran Harry, Apa Komentar Fotografer?
Dalam bukunya, How to Handle A Hard-to-Handle Kid: A Parent's Guide to Understanding and Changing Problem Behaviors (Ketika Anak Sulit Diatur: Panduan bagi para Orang Tua untuk Mengubah Masalah Perilaku Anak), Edwards menulis: "Dicari, orang dewasa yang berkepribadian matang, bisa bekerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu, sabar, teguh, dan dapat memotivasi diri sendiri. Harus mengurusi orang-orang yang kadang-kadang sangat manja, sulit, dan rewel. Tugas termasuk berbelanja, mengatur keuangan, bersih-bersih rumah, memberi konseling, memasak, dan memberikan pertolongan pertama. Diprioritaskan yang memiliki kendaraan. Memiliki komitmen seumur hidup dan tidak perlu pendidikan formal. Tidak ada pelatihan. Tidak ada kompensasi uang, tetapi tunjangan tambahan besar."
Disebutkan Mulkin, begitulah gambaran akan beratnya tanggung jawab dalam perjalanan menjadi seorang ibu. Dari awal dunia diciptakan memang menjadi ibu tak ada sekolahnya, maka mereka harus memaksa diri untuk belajar secara otodidaktik, melatih diri sendiri untuk mampu mengelola segala warna-warni emosi yang kadang berebut untuk mampir menyapanya.
Ada kalanya jatuh, tapi di situlah tantangan baginya untuk bangkit lagi. Ada masa stres dan putus asa menyaksikan banyak kekacauan dan ketidakberesan yang terjadi, tapi di sanalah dituntut sebuah ketegaran dan keikhlasan darinya. Terkadang perasaan kecewa menjadi sesuatu hal yang lumrah terjadi manakala banyak kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan.
Di awal tulisannya, Mulkin juga menulis soal bekal menjadi seorang ibu. Dulu, katanya bekal menjadi ibu hanya berupa nasihat-nasihat dari orang tua. Namun seiring waktu dan pergeseran budaya, nasihat tersebut lambat laun tergantikan oleh buku-buku pengasuhan dan referensi yang bisa dengan mudah diperoleh di dunia maya. Tak hanya orang dewasa, anak-anak kini pun tak mempan lagi dicekoki nasihat. Mereka menganggap lebih tahu. Sebab, sumber-sumber dengan mudah bisa mereka akses. Tapi tentu tak bisa sama dengan kandungan nasihat seorang ibu.