TEMPO.CO, Jakarta - Tahun berganti, saatnya perayaan dengan kembang api dan menyusun resolusi untuk dicapai. Namun, tak sadar, pergantian tahun membuat kita menua. Daya tahan tubuh menurun, kinerja otak melambat, dan pikun mendekat.
Dalam bahasa medis, pikun disebut demensia, yakni kumpulan gangguan kognitif yang mempengaruhi fungsi kehidupan sosial sehari-hari. Puncaknya, tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri karena kemerosotan fungsi sel otak.
Ketua Divisi Neurobehavior Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Diatri Nari Lastri, menjelaskan, ada dua penyebab pikun. Baca: Tersandung Video Porno, Siapa Marion Jola?
Pertama, penyakit infeksi seperti tumor otak. Pikun akibat infeksi dapat disembuhkan. Kedua, penyakit degenerative, seperti hipertensi dan kencing manis, yang memicu kerusakan sel otak. Pikun jenis ini disebut demensia Alzheimer. Demensia Alzheimer biasanya terjadi di usia 65 tahun ke atas. Datangnya pikun disebabkan oleh banyak faktor.
Faktor itu antara lain keturunan atau genetik, penyakit, konsumsi alkohol dan rokok, serta buruknya pola makan. Ada pula faktor protektif berupa tingkat pendidikan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin tinggi pula cadangan kognitif sehingga kepikunan dapat ditekan. Anda yang memiliki faktor genetik pikun, tidak perlu khawatir. Baca: Etika di Medsos ala Youtuber; Jangan Asal Posting Demi Views
Selama menjalani pola hidup sehat dan terus belajar, peluang Anda terkena demensia Alzheimer mengecil. Penyakit ini bisa ditunda hingga usia 80 atau 85 tahun. Pertanyaan yang kemudian muncul, ketika seseorang mulai pikun, apa yang terjadi di dalam tubuh dan otaknya?
“Di otak terdapat beta-amyloid, sejenis protein yang seharusnya dibuang bersama cairan otak ke luar. Karena terjadi mutasi genetik, proses pembersihan beta-amyloid tidak berlangsung maksimal. Akibatnya, protein tersebut menumpuk di otak, membentuk plak-plak yang disebut filamen PH. Plak-plak itu merusak otak, menyebabkan pikun,” kata Diatri.