TEMPO.CO, Jakarta - Bagaimana melakukan pertolongan pertama pada korban kecelakaan alias P3K? Seperti yang telah diberitakan TEMPO.CO 15 Januari 2018, konstruksi balkon lantai satu gedung BEI Tower II runtuh sekitar pukul 12.00 saat jam makan siang, saat kondisi lobby sedang ramai.
Bencana seperti peristiwa gedung runtuh tersebut tidak dapat diprediksi kejadiannya. Oleh karena itu, setiap orang harus dibekali pengetahuan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) untuk mengantisipasi kejadian serupa.
Baca juga:
Heboh Marion Jola, Lala Oplas? Apa Itu?
Mengenal Bianca Jodie, Belajar Nyanyi Sejak Kecil pada Sang Kakak
Pelecehan Seksual Timbulkan Depresi? Ini Kisah Dolores O'Riordian
Seorang Pengamat sekaligus Praktisi Kesehatan Dr Jusuf Kristianto, menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan untuk menangani korban yang terkena imbas suatu bencana. “Dari sisi kedokteran, kita harus melihat derajat keparahan korban. Cara yang paling gampang, kita bisa melihat apakah dia (korban) sadar atau tidak,” ujarnya saat dihubungi TEMPO.CO pada 16 Januari 2018.
Dokter Jusuf menjelaskan, hal pertama yang harus dilakukan untuk menyelamatkan korban adalah memindahkan korban ke daerah yang aman. Disebutkan bahwa pertolongan pertama tergantung pada tiga hal. Yaitu kecepatan ditemukannya korban, kecepatan ditolong, serta kecepatan dan kualitas pertolongan.
“Tujuan utama dari pertolongan pertama itu untuk mencegah bertambahnya keparahan. Kita (ingin) menghindari bahaya yang lebih dalam. Jadi, kita harus segera memindahkan korban untuk menghindari risiko yang lebih berat pada pasien,” ujar dr. Jusuf.
Korban yang harus lebih dulu ditolong adalah korban yang terluka (berdarah). Untuk menangani korban terluka, tekan lukanya dengan kain bersih untuk menghentikan pendarahan. Jika harus dibersihkan, gunakan air mineral dan jangan gunakan air keran untuk mengantisipasi terjadinya infeksi.
Kemudian, pertolongan yang harus dilakukan pada korban yang mengalami histeria adalah menjauhkan korban dari tempat kejadian dan menenangkan korban. Menurut Jusuf, teknik hipnoterapi pun bisa dierapkan untuk mengatasi korban yang histeria.
"Misalnya memberikan sentuhan pada korban seperti pelukan sambil mengelus punggungnya untuk menenangkan korban. Sambil memeluk, tuntun korban untuk menarik napas panjang sampai keadaan korban stabil. Jika perlu, beri air minum pada korban," kata sosok yang juga aktif mengajar di Poltekkes Kemenkes RI panjang lebar.
Untuk korban yang tidak sadarkan diri, Jusuf menyarankan untuk mengecek kondisi korban terlebih dahulu. “Pada saat kecelakaan, kemungkinan dia pingsan karena shock. Jadi dia kaget, lalu dia pingsan. Kalau pingsan seperti itu, dia akan sadar setelah beberapa menit lalu dia (akan) teriak-teriak. SOP (standard operation procedure)-nya adalah melihat pasiennya itu napas atau tidak. Bisa dilihat dari perut dan dada (bergerak atau tidak), bisa juga menaruh tangan di bawah hidung pasien. Kalau mau memeriksa nadi, raba nadi pada leher atau tangan,” ujarnya yang Desember 2017 ini mendapat penghargaan sebagai the best research and for join learning network in Research dari Shandong Government.
Satu hal lagi yang harus dilakukan pada korban yang pingsan adalah meletakkan kakinya pada daerah yang lebih tinggi daripada kepala. “Secara teori, kalau kepala lebih rendah (dan) kakinya lebih tinggi, peredaran darah lebih banyak ke otak sehingga sirkulasi darah lebih baik di otak (dan) kesadaran lebih tinggi,” katanya menjelaskan. Terakhir, disebutkan hal yang tak kalah penting saat melakukan P3K adalah tidak berkerumun di sekitar lokasi kecelakaan sehingga korban bisa mendapat oksigen yang cukup.
MAGNULIA SEMIAVANDA HANINDITA l SDJ