TEMPO.CO, Seoul – Korea Selatan atau Korsel menempati posisi nomor dua tertinggi untuk jumlah kasus bunuh diri oleh orang-orang stres dan depresi. Menurut data World Health Organization, 28.9 dari 100.000 orang di Korsel memutuskan bunuh diri. Untuk mengatasi angka bunuh diri tersebut, dibentuklah sekolah "death-experience" (sekolah kematian) di sana.
Seseorang akan merasakan “kematian” sementara dalam program ini. Tujuannya adalah untuk mengetahui rasanya mati dengan berada dalam peti yang gelap dan sempit serta membayangkan seramnya kematian. Dengan begitu, peserta yang didominasi oleh orang-orang depresi, stres, dan pernah memikirkan untuk bunuh diri dapat lebih menghargai hidup.
Baca: Gaya Unik Paspampres, dari Sujud Syukur sampai Pesona Busana Adat
Banyak tempat yang sudah mulai membuka kelas tersebut, seperti di gereja dan pusat komunitas. Salah satunya adalah Hyowon Healing Center di Yeongdungpo-gu, Korea Selatan.
Awalnya, peserta akan diinstruksikan untuk mengisi formulir data diri dan mengambil foto pemakaman. Kemudian, peserta akan mengikuti seminar selama 30 menit. Seminar itu akan membahas tentang bunuh diri dan kematian.
Setelah seminar, peserta akan diberikan waktu istirahat untuk mempersiapkan diri sebelum masuk ke kelas kematian. Mereka kemudian akan dibawa masuk ke sebuah ruangan yang berisikan peti-peti mati. Di samping tiap-tiap peti, terdapat meja dan kursi kecil untuk tempat menulis wasiat.
Peserta akan diberikan video dokumenter keluarga yang ditinggal oleh orang tercintanya. Kemudian, peserta akan dipersilakan menulis surat wasiat selama 5–10 menit dan akan diberitahu untuk membacakan suratnya dengan keras.
Kemudian, peserta akan masuk ke dalam sesi utama prosesi “upacara kematian”, yaitu masuk ke dalam peti mati sambil melakukan introspeksi terhadap hidup dan penyesalan yang pernah terjadi. Baca: Gaya Pengacara Harus Mewah?Ini Kata Hotman Paris dan Elza Syarief
Lalu, seseorang yang berperan sebagai malaikat maut, disebut sebagai juh-seong-sah-jah dalam bahasa Korea, akan mendatangi peti mereka dan menutupnya. Ia akan memukul peti mati beberapa kali untuk menimbulkan suara buruk bagi peserta di dalam peti. Peserta akan dibiarkan berada di dalam peti selama 10 menit.
Hasilnya, rata-rata peserta akan merasa hidup kembali. Dalam artian, mereka menjadi optimis untuk menghadapi segala masalah dalam hidup. Selain itu, mereka akan menyadari betapa berharganya hidup dan melupakan keinginan bunuh diri itu.
Seperti yang dilansir oleh Drama Fever, seorang peserta mengatakan, “Setelah merasakan berada di dalam peti mati, saya sadar bahwa saya harus mencoba hidup dengan cara baru. Saya sadar telah melakukan banyak kesalahan. Saya berharap, saya akan lebih bersemangat kerja dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga.”
DAILY MAIL | DRAMA FEVER | TIME OUT | MAGNULIA SEMIAVANDA HANINDITA