TEMPO.CO, Jakarta - Bagaimana penjelasan psikololgi keakraban antara istri dan mantan istri? Mantan istri Anang Hermansyah dan istri Anang Hermannya, Krisdayanti dan Ashanty terlihat akrab dalam beberapa kesempatan. Jumat 9 Februari lalu kedua wanita yang berprofesi penyanyi ini berbagi panggung di rangkaian acara hari jadi Emporium Pluit Mall kesembilan. Mereka secara bergantian bernyanyi menghibur pengunjung. Di media sosial pun, beberapa kali Krisdayanti dan Ashanty berfoto bersama memamerkan kedekatan mereka.
Ashanty berfoto bersama Krisdayanti. Instagram
Tidak hanya Ashanty dan Krisdayanti. Pada 9 Februari 2018, Laudya Cynthia Bella pun memamerkan kedekatannya dengan mantan istri suaminya, Erra Fazira. Melalui instastory, Bella mengunggah momen saat dirinya memberikan kejutan ulang tahun kepada Erra. Dalam video itu, Erra terlihat meniup lilin dari kue ulang tahun pemberian Bella. Baca: Setelah Menikah, Meghan Markle Hanya Bisa Bawa Tas 'Belahan Dada'
Erra pun tampak senang dan tertawa sambil mengatakan terima kasih pada Bella yang telah merayakan ulang tahunnya. "Happy birthday mom @errafazira," tulis Bella pada video tersebut.
Melihat kekompakan seorang istri dengan mantan istrinya suami, selalu membuat banyak orang berdecak kagum. Senantiasa rukun, terlebih demi anak yang menjadi bagian dari dua buah pernikahan, amat luar biasa. Karena biasanya, hampir tidak pernah ada hubungan yang benar - benar baik antara mantan dan penggantinya. Baca: Bela Anak Lewat Jalur Hukum, Lihat Kedekatan Denada dengan Anak
Konselor dan terapis dari Biro Konsultasi Psikologi Westaria, Anggia Chrisanti, mengatakan kompak dengan mantan istri suami ternyata tidak sepenuhnya tepat. Walau bukan berarti harus bertikai. "Dalam sebuah penelitian psikologi, bisa berteman dengan mantan pacar saja dapat dikategorikan 'sakit jiwa', tentu bukan dalam konteks sakit jiwa yang sesungguhnya," kata Anggia Chrisanti kepada Aura, Senin 12 Februari 2018.
Alasannya, dalam sudut pandang paling sederhana, di dalam tindakan ini terdapat kecenderungan pengabaian perasaan," kata Anggia Chrisanti. Misalnya Anda telah sama - sama move on. Tapi, apa iya perasaan dan kenangan yang pernah dilalui bersama-sama sekali tidak membekas dan berarti? Baik secara ingatan (logika berpikir) dan perasaan. Meskipun ada juga yang mengatakan, bahwa kedewasaan dan kematangan menjadi salah satu tolok ukur ketika seseorang sudah bisa memaafkan dan berteman dengan mantan. Baca: Juara Ajang MMA, Randy Pangalila Bagikan Tips Pola Diet
"Akan tetapi, berteman tidak lantas berarti terus menerus membuat mantan ada dalam lingkaran kehidupan Anda, menjadi akrab, dan melibatkan mantan dalam hampir semua kehidupan," kata Anggia Chrisanti. "Dan ini baru dari sudut pandang mantan dengan mantan. Namun yang lebih 'gila', ingat bukan dalam artian sakit jiwa sesungguhnya, adalah ketika kita sebagai istri baru, akrab dengan mantan istri suami," kata Anggia Chrisanti.
Menurut Anggia Chrisanti, berteman antara kedua pihak ini pun sebetulnya tidak diwajibkan. Kenal baik dan tidak menyimpan dendam harus, tapi untuk sampai berakrab dan melibatkan mantan istri dalam kehidupan kita selalu, tidak perlu. "Beberapa beralasan demi anak. Betul. Namun demikian, batasi waktunya. Tidak perlu terlalu intens. Ramah dan sopan harus. Tapi bukan berarti harus seakrab itu," kata Anggia Chrisanti. "Dalam Islam saja, misalnya, sudah sangat jelas bahwa hubungan suami dengan mantan istrinya adalah bukan lagi muhrim. Artinya, tidak boleh berdekatan lagi," katanya.