TEMPO.CO, Jakarta - Selebgram Angela Charlie atau yang akrab disapa Angela Lee harus mendekam di tahanan Polres Sleman, Yogyakarta akibat kasus penipuan dan pencucian uang. Selebgram yang dikenal dengan logat Jawanya ini dibekuk bersama sang suami, David Hardian Sugito. Angela dan David dilaporkan oleh Santoso Tandyo yang mengalami kerugian sebesar Rp 12 miliar. Santoso yang merupakan warga Yogyakarta ini melaporkan Angela Lee dan sang suami ke Polres Sleman lantaran merasa ditipu.
Penipuan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Berkembangnya teknologi digital, membuat penipuan pun di dunia maya juga semakin marak. Transaksi jual beli melalui digital dan media sosial menguntungkan penipu untuk bisa langsung kabur membawa serta uang yang sudah diterimanya tanpa bertemu dengan lawan transaksinya. Baca: Lelang Koleksi Pribadi Pejabat : Ini Dia Koleksi Iriana Jokowi
Sebagai pengamat komunikasi digital marketing, Chrisma Wibowo, mengatakan siapapun dalam dunia digital, dapat menjadi korban kriminalisasi. Kriminalisasi tidak hanya berupa penipuan, namun juga kejahatan seperti penculikan anak atau perempuan. "Untuk itu sebagai orang tua, lindungi lah anak-anak kita. Berhati-hati dalam menaruh foto di media sosial. Jangan terlalu menampilkan wajah seutuhnya. Untuk wanita juga, disarankan tidak menampilkan wajah seutuhnya," kata Chrisma saat dihubungi Tempo pada 1 Maret 2018.
Ada beberapa karakteristik, menurutnya, yang terindikasi sebagai penipu di media sosial. Salah satunya adalah foto profil dalam akun media sosial yang selalu berubah-ubah. "Foto profilnya berubah-ubah dan berbeda. Akun (penipu) juga punya teman yang sedikit. Selain itu tidak pernah menampilkan tulisan sendiri," kata Chrisma menyampaikan ciri-cirinya. Baca: Menghindari Trauma : Ini yang Dilakukan Edison Wardhana
Chrisma juga mengatakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan pengguna sosial media terkait penipuan yang terjadi di media sosial. Ketika memiliki followers terlampau banyak, namun isi postingan hanya sedikit, juga bisa menjadi ciri akun itu adalah penipu. Ciri khas akun penipu lainnya adalah sering mengunggah konten yang tidak orisinil. "Jadi terbiasa mengambil gambar dari sumber lain lalu dibuat untuk kepentingan komersilnya," kata Chrisma. Baca: Heboh Hujan Duit di Jakarta, Benarkah Gara-gara Bu Dendy?
Chrisma menambahkan, modus penipuan melalui media digital tidak hanya ada di dalam negeri, namun juga di luar negeri. "Seluruh model penipuan melalui media sosial hampir seragam," katanya.
Pada Facebook, misalnya para penipu suka memancing para pengguna media sosial untuk mengunjungi profil Facebook mereka yang isinya menampilkan iklan-iklan berpotensi viral. Ketika situs atau profil sosial media banyak dikunjungi, lanjut Chrisma, risiko penipuan meningkat. "Untuk itulah, perbanyak baca dan jangan asal klik pada tautan yang muncul," kata pria sarjana Teknik ini saat ditanya kiat mencegah tertipu dalam media sosial.
Pengguna juga jangan mudah terpancing serta larut dalam polemik hoax. Pastikan untuk mencari sumber yang jelas dalam setiap konten yang ada, "Jadilah pengguna media sosial yang cerdas," kata Chrisma.