TEMPO.CO, Jakarta - Dunia pengasuhan Indonesia dikejutkan oleh body shaming alias perisakan yang dialami seorang anak karena kulitnya yang lebih gelap daripada kakaknya. Sang ibu yang kesal menumpahkan kemarahannya ke media sosial, yang akhirnya menjadi perbincangan.
Ibu kedua anak itu, Nurulbaidah Lai, menerangkan, saat mereka pergi ke pasar, ada seorang ibu yang mengomentari kulit kedua anaknya, membandingkan satu anak dengan yang lain. Esoknya, anak bungsunya yang memiliki kulit gelap enggan memakai baju merah muda. "Dia ingin warna kulitnya putih dulu seperti kakaknya, baru mau mengenakan baju itu," ucap Nurul. Baca: Awas Bakteri Listeria Intai Makanan, Hindari dengan Cara Ini
Hal yang membuat Nurul lebih kaget adalah anak perempuannya yang baru berusia empat tahun itu lantas mempertanyakan warna kulitnya yang berbeda dengan kakaknya. Efek lanjutannya, si anak menjadi rendah diri.
Psikolog anak Endang Widyorini, body shaming sama seperti bullying. "Ini akan berpengaruh terhadap citra diri, konsep diri, dan rasa percaya diri," ujar dia.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Behavioral Medicine menyebutkan, body shaming dapat menyebabkan seseorang lebih sering mengalami infeksi serta gejala penyakit lebih banyak, juga sering sakit diare dan sakit kepala. "Rasa malu itu menyebabkan kesehatan fisik menjadi buruk," ujar peneliti Jean Lamont, PhD. Penelitian itu dilakukan dengan menyurvei 300 perempuan. Baca: DKI Jakarta Stop Bangun RPTRA, Apa Manfaat Anak Bermain di RPTRA?
Penelitian lain yang dilakukan Department of Medical Psychology and Medical Sociology University of Leipzig, Jerman, yang melibatkan 2.436 orang gemuk korban fat shaming, menemukan kaitan antara perisakan dan desakan bunuh diri. Riset tersebut mengungkap risiko korban melakukan bunuh diri meningkat 21 kali. Adapun risiko percobaan bunuh diri sebesar 12 persen. "Perempuan korban fat shaming lebih rentan terhadap hal berbahaya ini," kata Elmar Brahler, salah satu peneliti.
Psikolog anak dan remaja Astrid Wen berujar, bahaya body shaming bisa diminimalkan sejak dini dengan membuka ruang diskusi menyenangkan dua arah dengan anak dan remaja. Misalnya, memancing anak atau remaja dengan menanyakan perempuan cantik itu seperti apa. "Misalnya dia menjawab yang rambutnya lurus, kulitnya putih, dadanya besar, dari situ kita bisa memberi pemahaman bahwa manusia memiliki keragaman yang luar biasa dan sama indahnya," tuturnya. Baca: Minum Kopi, Pakai Gula atau Tidak? Simak Penjelasan Ahli
Ia mengungkapkan, sangat penting anak dan remaja dididik untuk dapat menerima perbedaan. "Supaya tumbuh rasa respek terhadap yang lain, saling menghargai," kata dia.
Selain itu, orang tua mesti jeli dalam membimbing anak. Anak atau remaja laki-laki terkadang melakukan body shaming untuk mencari perhatian perempuan yang disukainya. "Perlu diberi tahu bahwa itu bukan cara menarik perhatian yang sehat," ucapnya.