TEMPO.CO, Jakarta - Masih ingat di benak Francia Raisa kejadian saat Penyanyi Selena Gomez pulang dengan ekspresi serius. Sahabat Selena Gomez yang pernah tinggal bersama ini bercerita tentang seberapa parah penyakit lupus yang diidap Selena Gomez. "Dia (Selena Gomez) pergi untuk melakukan tes lalu pulang dengan ekspresi serius. Saya membiarkannya dan tidak bertanya apapun karena kami membutuhkan privasi. Dia lalu menanyakan soal keadaan saya sambil mengambil botol minuman dari kulkas. Dia tidak bisa membuka botol tersebut dan melemparnya ke lantai. Dia terduduk dan mulai menangis," kata Francia Raisa dalam wawancara dengan W Magazine, Kamis 8 Maret 2018.
Selena Gomez lalu bercerita jika ia membutuhkan transplantasi ginjal untuk pengobatan penyakit lupus. Selena Gomez panik karena donor ginjal bisa membutuhkan waktu tunggu dari tujuh hingga 10 tahun. Kejadian itu pun mengetuk hati Francia untuk menyumbangkan ginjalnya untuk sahabat yang sudah dikenalnya selama 8 tahun terakhir. Operasi transplantasi ginjal Francia Raisa kepada Selena Gomez dilakukan musim panas 2017. Operasi berjalan lancar. Kini, keduanya sudah bisa beraktivitas kembali. Baca: Hari Darmawan Disemayamkan di Bali, Benarkah Pantai Buat Tenang?
Baca Juga:
Penyakit ginjal kronis mengintai perempuan pengidap penyakit lupus seperti penyanyi Selena Gomez. Data di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSCM menunjukkan, pasien penyakit ginjal kronis akibat komplikasi penyakit lupus didominasi perempuan, dan angkanya terus meningkat. Pada 2015, ada 88,1 persen perempuan pengidap lupus yang menderita penyakit ginjal kronis, meningkat menjadi 93,6 persen pada 2017. "Perempuan yang terkena lupus umumnya ada di usia produktif," kata dokter spesialis penyakit dalam dan pakar autoimun, Iris Rengganis kepada Tempo 7 Maret 2018.
Selena Gomez dan sahabatnya, Francia Raisa yang menjadi pendonor ginjal untuknya. Instagram.com
Iris berujar, pada satu dekade terakhir, terlihat adanya kenaikan jumlah kasus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Penyakit ini, kata dia, menyerang hampir semua organ, termasuk dapat menyebabkan gagal ginjal akut atau tahap akhir. "Pengenalan lupus di tahap awal yang lebih baik memudahkan pengelolaannya sehingga gagal ginjal tahap akhir terjadi kurang dari 5 persen kasus," kata dia.
Menurut Zamhir Setiawan, dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, sebagian besar orang yang mengalami gangguan fungsi ginjal tidak menunjukkan gejala sampai mereka kehilangan 90 persen fungsi ginjalnya. Dia menyebutkan, pada 2016, ada peningkatan beban biaya kesehatan untuk pelayanan penyakit katastrofik sebesar Rp 13,3 triliun. "Gagal ginjal merupakan penyakit katastrofik kedua yang menghabiskan biaya kesehatan paling banyak setelah jantung," kata dia. Baca: Enam Keuntungan Sehat dari Gaya Hidup Anti Sampah, Simak Kisahnya
Meski terkesan suram dan menakutkan, risiko terkena penyakit ginjal kronis dapat diminimalkan dengan menerapkan gaya hidup sehat. "Perbanyak aktivitas fisik, perbanyak konsumsi buah dan sayur, dan terbiasa melakukan deteksi dini," kata dia.
Penyakit gagal ginjal banyak menyerang orang dengan diabetes melitus dan hipertensi. Karena itu, dia menyarankan masyarakat rutin mengukur tekanan darah, memeriksa gula darah, dan mengimplementasikan gerakan hidup sehat. "Tantangan pemerintah dalam menanggulangi penyakit ini adalah adanya transisi gizi yang menyebabkan stunting, obesitas; serta transisi perilaku menjadi kurang aktif bergerak," kata dia.