TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa waktu lalu, heboh diberitakan soal mikroplastik yang terdapat dalam botol kemasan air minum. Seperti diberitakan Tempo.co, mikroplastik adalah pecahan terkecil dari sampah plastik yang tidak dapat terurai. Menurut ahli toksikologi dari Universitas Indonesia, Budiawan, mikroplastik dapat diserap dan masuk ke aliran darah. Akibatnya, akumulasi dari mikroplastik dalam tubuh dapat mengganggu kinerja organ tubuh, seperti ginjal dan hati. “Akumulasi terjadi kalau tubuh tidak dapat mengeluarkan partikel asing secara alami lewat ekskresi,” kata Budiawan pada Tempo di kantornya pada Selasa, 13 Maret 2018.
Baca: Maya Angelou Dikenang Google, Ini 5 Kutipannya yang Terkenal
Selain itu, menurut ahli nutrisi Tan Shot Yen, dampak terberat dari kontaminasi mikroplastik adalah gangguan pertumbuhan dan reproduksi manusia yang dapat berujung pada radikal bebas. Sementara itu, radikal bebas diketahui sebagai pemicu dari penyakit kanker.
Ternyata, mikroplastik sebelumnya juga ditemukan di dalam garam laut yang biasa dikonsumsi untuk makan maupun mengolah makanan. Studi menemukan partikel plastik dalam garam yang ditemukan di beberapa negara, seperti Inggris, Prancis, Spanyol, Cina, dan Amerika Serikat.
Baca: Serat Penting, Tapi Berapa Dulu Takarannya? Hitung Yuk
Menurut Sherri Mason dari the State University of New York, studinya menemukan bahwa warga Amerika Serikat mengonsumsi lebih dari 660 plastik per tahun hanya dari garam yang dimakan. Para peneliti menyatakan, kontaminasi tersebut berasal dari microfiber dan plastik sekali pakai seperti botol air yang dibuang sembarangan ke laut lepas. Dilansir dari The Guardian, sebanyak 12,7 juta ton plastik bertambah di lautan setiap tahunnya, sama seperti membuang satu truk sampah setiap menit menurut organisasi United Nations. Studi yang dibuat tahun 2017 itu menyatakan, partikel plastik tersebar tidak hanya dalam garam tetapi juga makanan laut, udara, air, dan lain-lain.
Beberapa peneliti percaya bahwa garam laut bisa lebih rentan terhadap kontaminasi plastik karena proses pembuatannya, yaitu proses dehidrasi air laut. “Bukan hanya garam laut dari Cina yang berbahaya atau Amerika, tetapi semua garam laut yang ada di dunia karena semua berasal dari sumber yang sama. Karena itu, permasalahannya akan tetap konsisten,” ujar Mason.
Baca: Tidak Cuci Piring Jadi Sebab Utama Perceraian? Intip Risetnya
Seberapa besar penyebaran plastik ini memengaruhi manusia? Menurut studi pada tahun 2013, 90 persen populasi orang dewasa di Amerika Serikat terdeteksi memiliki bisphenol A (BPA), yaitu zat kimia sintetis yang biasa digunakan pada botol. Karena itu, pastikan Anda menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah ke laut serta mengurangi penggunaan plastik. Sama halnya dengan Mason yang mengharapkan masyarakat tidak hanya berganti produk garam, tetapi juga mengubah gaya hidup yang konsumtif terhadap pemakaian plastik.
FORBES | THE GUARDIAN | WOMEN’S HEALTH | MAGNULIA SEMIAVANDA HANINDITA