TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah stunting. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, serta ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Anak stunting bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek atau kerdil), melainkan juga terganggu perkembangan otaknya. Hal itu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, serta mempengaruhi produktivitas dan kreativitas pada usia-usia produktif.
Baca: Jangan Salah Mengkonsumsi Vitamin C, Tilik Petunjuk Dokter
Kondisi tubuh anak yang pendek sering dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibanding faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global. “Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih,” kata Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek, di Jakarta, Sabtu, 7 April 2018.
Baca juga: Hobi Koleksi 'Do Not Disturb' dari Hotel Dunia, Ini Hasilnya
Nila mengatakan kesehatan adalah masalah di hilir. Sering masalah-masalah non-kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan. Karena itu cara mengatasinya, penting memberdayakan semua pihak, termasuk tatanan masyarakat.
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta sering tidak beragam. Selanjutnya, dipengaruhi juga oleh pola asuh yang kurang baik terutama pada aspek perilaku, terutama pada praktik pemberian makan bagi bayi dan balita. Selain itu, stunting dipengaruhi dengan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk akses sanitasi dan air bersih.
Baca: Dahsyatnya Musik Tak Cuma Bikin Goyang, Cek Risetnya
“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya,” katanya.
Baca juga: Fakta Kanker Paru, Betulkah Dia Si Misterius yang Baik Hati?
Saat ini, stunting menjadi salah satu masalah yang diperhatikan oleh pemerintah melalui sebuah inovasi Presiden Joko Widodo yang disebut Padat Karya Tunai Desa Bidang Kesehatan. Program padat karya tunai desa merupakan program yang mengutamakan sumber daya lokal, tenaga kerja lokal, dan teknologi lokal desa. Program ini memiliki empat pilar, yaitu meningkatkan perekonomian masyarakat desa, menurunkan angka pengangguran masyarakat desa melalui kegiatan swakelola, mekanisme operasionalnya dikerjakan bersama secara lintas sektor, serta dilaksanakan dengan integrasi lintas program dan lintas sektor.