TEMPO.CO, Jakarta - Tiga generasi tinggal dalam satu atap bukan hal aneh di Indonesia. Konflik juga rentan terjadi karena ada gesekan antara anggota keluarga, salah satu pemicunya bisa jadi perilaku "ajaib" sang kakek atau nenek yang menderita demensia. Tidak jarang hal itu membuat pusing kepala.
Perubahan perilaku pada orang lanjut usia adalah ciri-ciri penyakit demensia alias pikun. Lupa menaruh barang, lupa jalan pulang sampai sering marah-marah dan jadi orang yang cepat curiga. Bagaimana cara menghadapi orang demensia, terutama bila tinggal bersama di satu atap? Baca: Kremasi : Kenapa Kendi Abu Jenazah Sebaiknya dari Tanah Liat?
Dokter spesialis saraf Gea Pandhita dari RS Pondok Indah - Bintaro Jaya mengatakan dukungan dari orang terdekat sangat penting bagi penderita demensia. "Orang yang demensia menyadari kalau dirinya demensia, itu yang memperberat penyakit karena mereka jadi depresi," kata Gea dalam media gathering "Mengenal Demensia" di Jakarta, Kamis 12 April 2018. Baca: Festival Ceng Beng, Simak Perayaannya di Krematorium Jakarta
Orang-orang terdekat penderita demensia harus bisa membantu membuat mereka menerima kondisinya. Selain itu, siap membantu bila penderita demensia mengalami kesulitan yang tak terelakkan karena penyakit itu mengganggu fungsi kognitif yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari. "Dorong terus agar mereka tetap aktif," kata Gea. Baca: Festival Cheng Beng: Kremasi Sudah Dilakukan Sejak Zaman Kuno
Aktivitas fisik dan sosial yang menstimulasi otak akan membantu memperlambat proses degeneratif. Ajak penderita demensia untuk rajin membaca, bermain puzzle, mengisi teka-teki silang, menulis atau melakukan terus apa pun hobi positif mereka.