TEMPO.CO, Jakarta - Averil Patricia Lourdes Sakai masih ingat pengalamannya menjadi salah satu dokter kecil yang didik langsung oleh tim Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) karena terpilih sebagai penerima Dokter Kecil Award. Anak 13 tahun itu berhasil berkompetisi dari tingkat kota, provinsi hingga masuk tingkat nasional pada 2015. "Di tingkat nasional saya juara tiga," kata Averil pada acara Rayakan 1 Dekade, PB IDI dan RB Indonesia Selenggarakan Reuni Pemenang Dokter Kecil Award di Jakarta pada 17 April 2018.
Menurut Averil, saat duduk di kelas 5 Sekolah Dasar, ia diminta guru sekolahnya mengikuti seleksi dokter kecil bukan karena dia paling pintar di kelas. "Yang dinilai itu, bukan yang penting juara 1, tapi apakah kita bisa cepat akrab dengan teman baru, atau bisa cepat adaptasi di lingkungan baru," kata siswa yang saat ini duduk di kelas 1 Sekolah Menengah Pertama Katolik St Fransiskus Assisi, Samarinda, Kalimantan Timur.
Saat mengikuti seleksi, Averil diminta banyak membaca buku tentang dokter kecil. Ia diminta memahami tentang makna dokter kecil, atau apa itu perilaku hidup hidup bersih dan sehat. Faktanya saat mendapatkan pengarahan, Averil memang diajarkan perilaku hidup bersih. "Salah satunya bagaimana kita mencuci tangan dengan benar," katanya.
Averil Patricia Lourdes Sakai (13 tahun) Anggota Dokter Kecil 2015. Tempo/Mitra Tarigan
Walau begitu, Averil dan anak-anak lain juga diajarkan mengerti kriteria lingkungan sehat. "Lingkungan sehat itu harus terhindar dari udara yang tercemar, tidak boleh buang sampah sembarangan dan perlu banyak tumbuhan juga," lanjut anak tunggal di dalam keluarganya.
Pengalaman Averil tidak hanya berkutat soal ilmu pengetahuan alam dan kesehatan saja. Anak ini pun diajarkan tentang kemandirian dan kepemimpinan. "Tahun kami fokusnya kepemimpinan, tapi tahun 2018 ini lebih banyak tentang berkomunikasi," kata Averil.
Ia mendapat pelatihan bagaimana bekerja bersama, ia pun diminta untuk memimpin kelompok. Dalam hal kemandirian, Averil pun dilatih untuk mengurangi minta bantuan kepada keluarga atau orang-orang lain. "Kami diminta dibiasakan untuk mandiri. Contohnya dengan lipat baju sendiri, cuci baju sendiri, ambil makan sendiri. Dan saya jadi terbiasa di kehidupan saya untuk mandiri," katanya.
Ia bangga pernah menjadi dokter kecil saat ia duduk di kelas 5 SD dan belajar berbagai ilmu tentang kepemimpinan dan kemandirian. "Kita jadi tahu bagaimana hidup yang baik, atau minimal membantu masyarakat agar bisa hidup dengan sehat," katanya.
Baca juga:
Generasi Milenial Suka Alih Profesi, Karier Apa yang Dicari?
Lahirkan Generasi Berkualitas, Intip Gaya Belajar ala Tiongkok
Artis Korea Kan Jong Wook Mengidap OPLL, Penyakit Langka Apa Itu?
Gadis ini juga mengajak anak-anak yang berminat belajar menjadi dokter kecil untuk berpartisipasi. "Tips untuk menjadi dokter kecil itu, tidak harus juara dan pintar di kelas. Tapi kita harus cerdas dan bisa berinteraksi dan beradaptasi dengan orang lain. Kriteria utamanya sih cerdas," kata gadis yang bercita-cita menjadi penulis itu.
Dokter kecil dahulu selalu dianggap sebagai anak-anak yang nantinya akan menjadi dokter. Ketua Pengarah Satu Dekade Dokter Kecil Award 2016 Ulul Albab mengatakan menjadi dokter kecil sebenarnya bukan hanya dibimbing menjadi seorang dokter pada saat dewasa nanti. “Mereka kami didik sebagai role model, bukan sebagai miniatur dokter,” katanya kepada Tempo pada kesempatan yang sama.
Menurut Ulul Albab, materi yang diberikan kepada para dokter kecil ini pun bukan hanya untuk menjadi seorang dokter. Dari sisi ilmu kedokteran awal, memang para dokter cilik diajarkan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dari mulai cara mencuci tangan dengan benar, menjaga kebersihan di lingkungan sekitar. “Kesehatan kita bisa maju kalau kebiasaan kita diubah. Kesehatan itu kan tergantung kondisi lingkungannya juga,” katanya.
Menjadi dokter kecil, kata Ulul Albab, tetap boleh memiliki cita-cita selain menjadi dokter. Tahun ini, materi yang diberikan kepada anak-anak sekolah dasar ini difokuskan tentang komunikasi. “Kami ingin mereka belajar speak up,” katanya.
Menurut Ulul Albab, berbicara dan menyuarakan pendapatnya perlu diajarkan sejak kecil. Kasus pelecehan terhadap anak-anak yang mulai meningkat saat ini salah satu faktornya adalah karena anak kurang bisa berbicara secara terbuka. “Kasus bullying juga banyak terjadi karena anak yang melihat kejadian itu tidak speak up. Maka kami minta mereka ngomong, dengan topik apa saja,” katanya.