TEMPO.CO, Jakarta - Menu kuliner apa yang disiapkan untuk akhir pekan? Tak ada salahnya menyantap kari. Sebuah penelitian di University of California, Los Angeles (UCLA), menyatakan, menyantap masakan ala India itu dalam jangka waktu panjang dapat meningkatkan memori otak dan mood dengan baik.
Hasil penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Geriatric Psychiatry, seperti yang ditulis KORAN TEMPO, ini berfokus pada kurkumin, suplemen yang terdapat pada kunyit yang merupakan bumbu utama kari. Kurkumin pula yang membuat warna kuning terang alami pada kari.
Baca juga: Rumah Ramah untuk Lansia Perlu Ikuti Tips Ini
Dalam penelitian sebelumnya, kurkumin diketahui dapat meningkatkan daya ingat dan mood pada orang yang mulai sering lupa akibat pertambahan usia. Kurkumin juga menunjukkan sifat anti-inflamasi dan antioksidan.
ilustrasi kunyit (pixabay.com)
Studi kali ini dilakukan selama 18 bulan terhadap 40 orang dewasa berusia 51-84 tahun. Hasilnya, mereka yang mengkonsumsi suplemen kurkumin setiap hari mengalami perbaikan memori, peningkatan perhatian, dan perbaikan ringan pada mood.
Pasien yang ikut dalam penelitian ini melaporkan bahwa mereka memiliki masalah dalam hal ingatan, tapi ringan saja dan tidak menderita demensia. Mereka dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang mengambil 90 miligram kurkumin dua kali sehari. Satu lagi kelompok yang menggunakan plasebo.
Pil kosong itu diberikan untuk membandingkan efeknya. Baik dokter maupun pasien sama-sama tidak tahu siapa di antara mereka yang diberikan plasebo atau suplemen kurkumin. Selanjutnya mereka menerima penilaian kognitif standar pada awal penelitian dan setiap enam bulan. Tingkat darah kurkumin juga dipantau selama interval yang sama.
Sekitar 30 pasien juga menjalani pemeriksaan positron emission tomography (PET) untuk mengetahui tingkat protein amyloid dan tau di otak mereka. Keduanya terhubung erat dengan penyakit Alzheimer.
Baca: Merintis Produk Lokal di Pasar Indonesia? Begini Caranya
Hasilnya pun mengejutkan. Pasien yang mengkonsumsi kurkumin selama 18 bulan mengalami peningkatan memori sebesar 28 persen. Pun dengan mood mereka.
Pemindaian otak juga menunjukkan hasil menyenangkan. Tak banyak tanda amyloid dan tau—dua protein abnormal yang membentuk gumpalan di otak pasien yang menderita Alzheimer.
kari udang (pixabay.com)
Satu yang mengganggu hanyalah efek samping ringan pada pasien. Empat orang yang mengkonsumsi kurkumin dan dua orang yang mengkonsumsi plasebo mengalami sakit perut dan mual. Namun, menurut para peneliti, hal itu tidak perlu dikhawatirkan.
"Kurkumin relatif aman. Suplemen ini bisa memberi manfaat kognitif yang berarti selama bertahun-tahun," ujar Dr Gary Small, direktur psikiatri geriatrik di University of California, Los Angeles.
Namun penelitian itu masih menyisakan pertanyaan besar, yakni bagaimana persisnya efek kurkumin itu bekerja. “Yang jelas, berhubungan dengan kemampuannya mengurangi peradangan otak, yang dikaitkan dengan penyakit Alzheimer dan depresi berat," kata Small. Baca: Waspada, Pola Asuh Keluarga Modern Ini Bisa Akibatkan Stunting
Ini jelas bukan yang pertama. Kurkumin telah lama digunakan dalam pengobatan Ayurveda—ilmu kesehatan yang berasal dari India—tapi validitas medisnya tetap tidak jelas.
Pada 2017, sebuah penelitian terhadap lebih dari 120 penelitian menemukan bahwa kurkumin belum berhasil dalam percobaan klinis. Saat itu disimpulkan bahwa kurkumin adalah senyawa yang tidak stabil, reaktif, tidak terdapat ketersediaan hayati, dan tidak mungkin menjadi penyebab. Kurkumin juga terbukti membuat ilmuwan frustrasi karena sifatnya yang tidak stabil.
Dok. TEMPO/Robin Ong
Pemerintah Amerika Serikat telah mendanai penelitian kurkumin senilai US$ 150 juta melalui Pusat Nasional untuk Kesehatan Pelengkap dan Integratif, tapi tidak menemukan hasil. Tahun lalu, ada dua kasus efek samping serius yang dilaporkan—termasuk satu kematian—yang disebabkan suntikan naturopati.
Itulah sebabnya, para peneliti dari UCLA ini melakukan penelitian tersebut. Ke depan, mereka juga ingin melakukan penelitian yang lebih besar untuk melihat apakah temuan ini tetap konsisten dengan ukuran sampel lebih luas.
"Karena kurkumin sepertinya memperbaiki mood peserta, kami juga ingin menilai kurkumin sebagai agen potensial untuk melawan depresi," kata Small.
Curcumin atau kurkumin mulai menjadi perbincangan pada 1815, saat Vogel dan Pierre Joseph Pelletier melaporkan pengisolasian “pewarnaan kuning” dari rimpang kunyit.
Kini, kunyit yang tumbuh di daerah yang lebih hangat, seperti India, Cina, dan Asia Tenggara, populer di dunia Barat juga. Saat ini, kurkumin digunakan di berbagai industri, dari kosmetik hingga kuliner.
ZME SCIENCE | NEWSWEEK | TODAYTELLS