TEMPO.CO, Jakarta - Kain tradisional Indonesia yang memiliki makna dan simbol tersendiri, wastra, tidak sebatas pada batik tetapi juga banyak kain tradisional lainnya yang mulai dikenal masyarakat dunia, seperti kain tenun. Ada pendapat bahwa mengenakan kain tradisional terlalu etnik, atau bahkan seperti seragam sehingga susah diterima oleh masyarakat internasional. Selain itu, kain tradisional memiliki makna tertentu yang sudah menjadi pakem dari nenek moyang sehingga untuk menggunakannya perlu hati-hati. Baca: Ussy Sulistiawaty Lawan Fobia Kolam Renang Demi Eksplorasi Anak
Seorang desainer juga perlu memperhatikan etika saat merancang busana dengan kain tradisional. Bahkan, terkadang etika ataupun aturan dalam penggunaan kain tradisional menjadi hal yang ditakuti desainer. Hal itu bisa mengurungkan niat untuk mencoba merancang busana dengan kain tradisional.
An antique batik cloth with "Ayam Alas Gunung Jati" motif at Puspa Pesona Wastra exhibition at National Jakarta (4/4). TEMPO/Dwianto Wibowo
Presiden Asosiasi Perancang Pengusaha Muda Indonesia (APPMI) Poppy Dharsono mengungkapkan bahwa perancangan busana berbahan dasar kain daerah perlu perhatian dan pemahaman yang benar. Desainer juga harus tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, atau bagaimana dari tidak boleh menjadi boleh. “Edukasi ini dibutuhkan tidak hanya untuk masyarakat, namun juga para pembuat fashion sendiri," katanya. Baca: Dahsyat: 2 Gram Teh Putih Setara 12 Gelas Jus Jeruk
Batik di Jawa ada yang digunakan khusus untuk memperingati kematian serta upacara adat lainnya. Bahkan, batik motif Parang tidak boleh dipakai oleh kaum awam ketika berada di keraton, karena motif Parang hanya digunakan oleh keturunan raja. Jadi, sebaiknya desainer juga perlu mengerti pakem batik karena merusak pakem juga tidak bijak karena dapat mengurangi nilai budaya itu. “Misalnya, batik sudah susah dibuat, digunting-gunting, digabungan-gabungkan dengan renda. Desainer yang memiliki pendidikan harus memahami hal tersebut. Jika ingin menyatukan pun harus dengan jeli agar tidak saling menabrak,” kata Poppy. Baca: 5 Hal Ini Sering Membuat Tidak Nyaman Saat Berhubungan Seks
Menurut Poppy, produk dalam negeri yang berbasis kebudayaan berarti dia tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Oleh karena itu, sustainable fashion itu benar sekali, serta dapat membantu memperkuat Usaha Kecil Menengah di daerah, seperti perajin kain tradisional. “Tanpa menggunakan edukasi berbasis kebudayaan, kita tidak mampu bersaing dengan merek terkenal lainnya seperti Channel, Gucci yang sudah menjadi industri,” katanya.