TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat memperingati Hari Buruh pada 1 Mei. Masih banyak permasalahan pekerjaan yang perlu dibahas dalam memperingati Hari Buruh ini. Tidak hanya masalah upah dan waktu kerja bagi para buruh pabrik, namun juga bagi kalangan pegawai yang kebanyakan masyarakat urban, khususnya yang tinggal di Jakarta. Masih ada di antara mereka yang terpaksa bekerja lebih dari 8 jam per hari.
Davina, 26 tahun, pekerja di sebuah perusahaan broadcasting, mengeluhkan jerawat yang tumbuh subur di wajahnya. Ia merasa jerawat-jerawat seperti itu timbul akibat stres dari tekanan serta beban kerja yang berlebih di tempat kerjanya yang lama. Ia juga pernah mengalami masalah tiroid selama mendapat beban kerja yang berlebih setahun yang lalu. Ia sering merasakan sakit kepala. Baca: Untung Rugi Punya Rumah Dekat Gerbang Tol
Setelah berpindah kantor, Davina merasa kesehatannya membaik. Wajahnya terlihat bersih tanpa jerawat, dan tiroid yang berada di lehernya dirasakan sudah mengempis. Di pekerjaan yang lama itu, kata dia, Rabu pekan lalu, "Kesehatan saya cukup terganggu."
Tubuh memang tak bisa terus-menerus "dihajar" pekerjaan. Menurut Nuri Purwito Adi, seorang dokter okupasi, tubuh manusia memiliki keterbatasan menerima beban pekerjaan. Di banyak negara, durasi kerja bahkan diatur hanya sekitar 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. "Agar fit kembali, tubuh membutuhkan istirahat," kata Nuri, Senin dua pekan lalu.
Nuri mengatakan akan ada dampak terhadap kesehatan fisik, mental, dan sosial, ketika seseorang mendapat beban kerja berlebih. Dampak secara fisik adalah terganggunya metabolisme tubuh, misalnya terganggunya jam biologis. Lalu, secara sosial, sudah pasti waktu akan lebih banyak habis untuk bekerja sehingga berakibat pada merenggangnya hubungan dengan keluarga. Dampaknya, kata dia, "Banyak jomlo, soalnya ketemunya dengan dokumen dan kertas melulu, enggak gaul." Baca: Cegah Diabetes Mulai dari Piring Makan Anda
Nuri menjelaskan, tekanan di tempat kerja bisa meningkatkan gangguan psikis, seperti munculnya rasa tidak nyaman, merasa cemas dan depresi. Gangguan mental ini bisa berefek pada kesehatan fisik seseorang, meski gangguan seperti ini diakui Nuri tak selalu berasal dari pekerjaan.
Ilustrasi pekerja wanita. REUTERS
Dalam jangka panjang, kata Nuri, tekanan dari sisi mental akan menimbulkan gangguan fisik, dan seterusnya akan berdampak pada gangguan perilaku. Gangguan perilaku ini bisa mengakibatkan seseorang mengalami depresi, yang bisa saja berujung bunuh diri. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa 1 dari 7 orang mengalami gangguan kesehatan jiwa di kantor. Memang tak ada data spesifik berapa jumlah mereka yang mengalami gangguan jiwa itu memilih bunuh diri. Baca: Ini Kisah Nama Louis pada Anak Ketiga Pangeran William
Pada kasus bunuh diri, setiap 40 detik ada satu orang meninggal karena bunuh diri. Rasionya, 11,4 per 100 ribu populasi. Adapun untuk di Indonesia, berdasarkan data WHO pada 2012, angka bunuh diri mencapai 4,3 orang per 100 ribu populasi.
Nuri mengatakan, jika tekanan itu terus-menerus dibiarkan, masalah kesehatan akan bergerak seperti "bola salju". Satu per satu penyakit datang: hipertensi, hiperkolesterol, bahkan komplikasi seperti serangan jantung dan stroke. Ia menjelaskan, organisasi WHO sudah mengkategorikan penyakit metabolik ini sebagai penyakit akibat dampak lingkungan, termasuk tekanan di lingkungan pekerjaan.
KORAN TEMPO