TEMPO.CO, Jakarta - Ketika seseorang mengalami kegagalan hati, maka satu-satunya jalan yang bisa dia tempuh untuk memperpanjang harapan hidupnya ialah dengan menjalani transplantasi hati. " Transplantasi dibutuhkan ketika organ hati mengalami kerusakan dan tidak mampu lagi berfungsi. Cara ini merupakan terapi utama pada penyakit hati kronik dan kegagalan hati," ujar spesialis bedah dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Andri Sanityoso, di Jakarta, Senin 7 Mei 2018. Baca: Tren "Virtual Reality", Tilik Dampaknya untuk Anak
Gagal hati pada orang dewasa terjadi biasanya disebabkan karena sejumlah penyakit antara lain hepatitis B dan C, kanker hati dan penyakit autoimun. Pada anak-anak, kondisi ini umumnya karena kelainan bawaan seperti atresia bilier dan algille syndrome. "Hati atau liver yang awalnya sehat kemudian terinfeksi virus hepatitis (B atau C) sehingga menjadi hepatitis kronik yang berkembang menjadi fibroris lalu sirosis. Infeksi hepatitis menjadi fibrosis itu risikonya 15-25 persen. Lalu berkembang 30 persen menjadi sirosis dan 30 persen jadi kanker hati dan inilah indikasi transplantasi hati," kata Andri.
Andri menambahkan pada anak, penyebab terbesar penyakit hati adalah kelainan kongenital yakni atresia billier. Menurutnya saat ini ada sekitar 20 juta orang menderita penyakit hati kronik dan 40 persennya berkembang menjadi sirosis (pengerasan hati) di Indonesia. Baca: Besok SBMPTN Digelar, Sudah Cek Lokasinya?
Tindakan transplantasi hati sendiri saat ini sudah bisa dilakukan di sejumlah rumah sakit di Indonesia. "Jumlah pasien (transplantasi hati) yang ditangani di RSCM sudah 47 orang sejak tahun 2010. Dari jumlah ini 6 orang pasien dewasa. Angka keberhasilannya 87 persen," kata spesialis bedah RSCM, Sastiono, dalam kesempatan yang sama.