TEMPO.CO, Jakarta - Melek keuangan penting dimiliki masyarakat. Dimas Kresna sudah merasakan keuntingan dari berinvestasi. Tiga tahun lalu, pria 30 tahun ini memantapkan diri untuk berhenti dari pekerjaannya di perusahaan penerbitan guna membuka usaha sendiri. Pada 2015, Dimas lalu mendirikan sebuah kafe di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan. "Modal usaha kafe dari hasil investasi."
Dimas mengaku cukup beruntung karena pekerjaannya dulu membantu dia mendapatkan informasi mengenai investasi keuangan. Makanya, pada 2013, dia membuka rekening reksa dana di salah satu bank BUMN. Untuk menambah portofolio investasinya, Dimas juga memberanikan diri bertransaksi saham. Baca: Seks dengan Penderita Kanker Serviks, Lelaki akan Tertular?
Dua tahun sejak ia memulai berinvestasi, keberuntungan menghampiri. Dia mengaku, suatu ketika nilai investasinya melonjak pesat. "Waktu itu, dalam tiga pekan saya mendapatkan keuntungan sampai 21,6 persen." Jika dirupiahkan, Dimas berhasil meraup untung hingga seratusan juta rupiah. Cuan besar yang ia peroleh itu dijadikan modal usaha.
Menurut Dimas, menyisihkan duit untuk investasi adalah cara terbaik bagi para anak muda untuk mengamankan masa depannya. "Paling sederhana berinvestasi lewat produk asuransi." Jika punya target atau keinginan lebih tinggi seperti impian memiliki kendaraan atau tempat tinggal, Dimas berpendapat, instrumen investasi seperti reksa dana dan saham adalah pilihan tepat. Baca: Ini Bagian Tubuh Favorit Dewi Perssik, Tilik Rahasianya
Dimas bisa dibilang sebagai anak muda yang sudah melek manajemen keuangan. Menurut Otoritas Jasa Keuangan, kelompok masyarakat yang melek ilmu menata keuangan ini belum banyak. Berdasarkan hasil survei OJK pada 2013, jumlah masyarakat Indonesia yang terbilang "melek keuangan dengan baik" baru 21,84 persen. Dalam hasil survei berikutnya, pada 2016, jumlah itu hanya naik sedikit menjadi 29,7 persen.
Masih banyaknya kelompok masyarakat yang belum "melek keuangan" dengan baik ini, menurut Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing, menjadi salah satu penyebab masih banyaknya korban praktik investasi bodong. Masyarakat yang tidak paham investasi cenderung mudah tergiur keuntungan besar dalam waktu cepat. "Ini yang dimanfaatkan para pelaku (penipuan)," ujarnya, beberapa waktu lalu. Baca: Tak Hanya Milik Pria, Intip 5 Khasiat Masturbasi
Untuk mendorong peningkatan jumlah masyarakat yang sadar dan melek keuangan, OJK menggandeng pelaku industri jasa keuangan dan perbankan untuk mengedukasi masyarakat. Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, menyatakan salah satu caranya adalah membuat kegiatan edukasi keuangan yang spesifik ditujukan kepada kalangan tertentu. "Seperti kaum perempuan dan ibu-ibu."
Menurut Wimboh, lembaganya menargetkan indeks literasi keuangan Indonesia bisa naik menjadi 35 persen pada 2019. "Adapun target indeks inklusi keuangan sebesar 75 persen di tahun depan," ujarnya.
PRAGA UTAMA | DINI PRAMITA | VINDRY FLORENTIN | KORAN TEMPO