TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa pemboman dan terorisme beberapa hari ini sangat menimbulkan rasa duka dan kekhawatiran. Terlebih, banyaknya informasi yang disiarkan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, termasuk anak.
Dalam usia tertentu, anak masih menerima dan memproses seluruh informasi yang disajikan. Lalu, bagaimana dampak pemberitaan pemboman dan terorisme terhadap anak?
Menurut psikolog klinis, Denrich Suryadi, ada beberapa dampak yang dapat terjadi pada anak dengan banyak pemberitaan mengenai terorisme.
Baca juga:
Kado Pernikahan Harus Ekstrem Kata Rihanna, Semacam Apa?
Proses dan Rahasia Sukses Agnez Mo, Tilik Caranya Pilih Teman
Salah satunya adalah persepsi negatif anak terhadap ciri atau identitas khusus pelaku bom, “Bisa saja diasosiasikan ada rasa takut terhadap orang yang mengenakan jubah, baju panjang atau asosiasi dengan warna tertentu,” katanya saat dihubungi TEMPO.CO pada 14 Mei 2018.
Baca Juga:
Menurut Denrich, anak dengan taraf usia tertentu hanya menerima informasi apa adanya, sehingga dengan mudah terasosiasi tanpa ada proses seleksi terlebih dahulu.
Ilustrasi anggota teroris. shutterstock.com
Dampak selanjutnya pada anak adalah rasa takut untuk keluar rumah. Anak akan takut untuk beraktivitas seperti biasanya. Denrich melanjutkan, hal ini dikarenakan cemas dapat terluka, meninggal, berdarah dan sebagainya seperti yang ditayangkan pada televisi atau pemberitaan.
Rasa takut juga dapat meningkat akan ditinggalkan oleh keluarganya yang beraktivitas ke luar rumah. “Tidak jarang ada fenomena anak menangis ketika orang tuanya pergi bekerja karena efek pemberitaan tentang bom,” ucap Denrich.
Oleh karena itu, Denrich memberikan beberapa saran atau solusi untuk mencegah dampak negatif pada anak akibat pemberitaan bom atau terorisme.
“Pertama, batasi anak untuk menonton atau menyaksikan tayangan berita,” ungkap Denrich. Informasi dari ponsel pintar mengenai peristiwa pemboman atau terorisme juga harus diawasi.
Baca: Bom Surabaya: Agnez Mo Ajak Milenial Hidup Positif, Tilik Caranya
Kedua, jika anak sudah menyaksikan atau mendengar berita mengenai terorisme, ajak bicara. “Tanyakan sejauh apa si anak tahu tentang berita itu dan berikan penjelasan sesuai dengan usianya.”
Ingatkan juga, lanjut Denrich, untuk tidak perlu merasa takut berlebihan untuk beraktivitas karena masih ada aparat negara yang akan melindungi, seperti polisi dan tentara. “Jangan lupa untuk ajak anak berdoa, memohon perlindungan bersama keluarga,” kata Denrich.
Ketiga, apabila anak sudah berusia sembilan tahun ke atas, Denrich mengatakan para orang tua harus menekankan pada anak bahwa pelaku terorisme bukan dari satu agama tertentu. Melainkan dari sebuah kelompok dengan ajaran sesat dan melanggar hukum.
Pengertian terorisme ini perlu dilakukan agar anak tetap memupuk rasa persaudaraan dengan teman-temannya. yang lain, “Tanpa memandang dan membedakan agama, ras, serta golongan sosial ekonomi,” dan juga, lanjut Denrich, hal tersebut penting agar anak tidak memupuk rasa kebencian antara satu dengan yang lainnya.