TEMPO.CO, Jakarta - Kecelakaan pada saat musim mudik semakin banyak terjadi. Kecelakaan lalu lintas sangat disesalkan, karena telah diabaikan dari agenda kesehatan global selama bertahun-tahun. Padahal sebenarnya kecelakaan bisa diprediksi dan dicegah. Bukti dari berbagai negara menunjukkan bahwa keberhasilan dramatis dalam mencegah kecelakaan lalu lintas, dapat dicapai melalui upaya bersama yang melibatkan sektor kesehatan.
Baca: Mudik 2018, JK Minta Pengurus Masjid Bantu Pemudik yang Singgah
Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia dari Wilayah Yogyakarta, FX. Wikan Indrarto mengatakan pemerintah perlu mengambil tindakan untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan secara holistik. Hal ini memerlukan keterlibatan dari berbagai sektor seperti perhubungan, kepolisian, kesehatan, dan pendidikan. Menurut Wikan, faktor risiko utama kecelakaan lalu lintas adalah kecepatan. Peningkatan kecepatan laju kendaraan di atas rata-rata, secara langsung berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kecelakaan, maupun dengan tingkat keparahan korban kecelakaan itu.
Ilustrasi mudik. Shutterstock
Wikan mengatakan risiko seorang dewasa pejalan kaki akan meninggal hanya kurang dari 20 persen jika tertabrak mobil dengan kecepatan 50 km/jam, tetapi akan meningkat menjadi hampir 60 persen jika mobil melaju dalam kecepatan 80 km/jam. "Pemberlakuan zona kecepatan 30 km/jam terbukti dapat mengurangi risiko kecelakaan dan direkomendasikan berlaku kawasan dengan banyak pejalan kaki, misalnya di daerah pemukiman dan sekolah," katanya dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 9 Juni 2018.
Pemudik tidak hanya berupa pengguna kendaraan beroda empat. Kendaraan beroda dua seperti motor juga menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk mudik demi berhemat dan bisa bertemu keluarga. Untuk menghindari kecelakaan, mengenakan helm secara benar bisa menjadi solusi. Pegguna helm dapat mengurangi risiko kematian hampir 40 persen dan risiko cedera parah lebih dari 70 persen. Ketika aturan wajib helm sepeda motor ditegakkan secara efektif, tingkat penggunaan helm dapat meningkat menjadi lebih dari 90 persen.
Mengenakan sabuk pengaman di dalam mobil masih menjadi aturan yang juga tidak terlalu populer di kalangan masyarakat. Tidak jarang para pemudik enggan mengenakan sabuk itu demi keselamatan mereka. Padahal, sabuk pengaman di mobil terbukti dapat mengurangi risiko kematian penumpang di kursi depan sampai 50 persen dan penumpang di kursi belakang sampai 75 persen. Jika dipasang dan digunakan secara benar, kursi dan sabuk pengaman khusus anak dapat mengurangi kematian bayi sekitar 70 persen dan kematian anak 80 persen.
Baca: Hindari Kemacetan, Menhub Minta Pemudik Lakukan Dua Hal Ini
Pemudik dan pengendara secara umum juga malas mematuhi larangan menggunakan telepon saat berkendara. Tahukah Anda bahwa penggunaan telepon genggam dapat mengganggu penampilan pengemudi? Dengan menggunakan telepon genggam, pengemudi akan bereaksi lebih lambat, terutama saat pengereman atau reaksi terhadap sinyal lalu lintas. Pengemudi juga akan mengalami gangguan kemampuan untuk selalu berada di jalur yang benar, dan menjaga jarak antar kendaraan yang layak. Tidak hanya untuk telepon, penggunaan yang menggunakan fitur pesan singkat suka mengecek what's app juga bisa menyebabkan kinerja pengemudi berkurang. "Pengemudi yang menggunakan telepon genggam 4 kai lebih mungkin terlibat dalam kecelakaan, dibandingkan pengemudi yang tidak menggunakan telepon. Selain itu, penggunaan fasilitas ‘hands-free HP’ tidak terbukti jauh lebih aman," katanya.
Ayu Dewi membuat video lipsync di samping supirnya yang sedang mengemudi (Instagram)
Bloomberg Initiative Global Road Safety (BIGRS) 2015-2019 berusaha untuk mengurangi korban jiwa dan luka karena kecelakaan lalu lintas, khususnya di negara berpenghasilan rendah dan menengah, yaitu di Cina, Filipina, Thailand dan Tanzania, dengan menyediakan dukungan teknis di bidang legislasi dan media pelatihan. Selain itu, juga mendukung keselamatan di jalan dengan cara meningkatkan keamanan di sekitar sekolah di Malawi dan Mozambik, dan dalam membantu meningkatkan layanan darurat di Kenya dan India, juga peningkatan penggunaan helm pada pengemudi sepeda motor dan mengurangi kadar alkohol saat mengemudi di sejumlah negara ASEAN.
Dalam tiga tahun terakhir, 17 negara telah menetapkan hukum terbaik tentang sabuk pengaman, mengemudi dalam pengaruh alkohol, kecepatan maksimal, helm sepeda motor atau perlindungan anak. Michael R. Bloomberg, pendiri Bloomberg Philanthropies melaporkan bahwa secara global terdapat 105 negara memiliki aturan tentang sabuk pengaman yang berlaku untuk semua penumpang, 47 negara memiliki undang-undang yang menentukan batas kecepatan nasional perkotaan maksimum 50 Km/jam.
Baca: Tidak Mudik, Ini Cara Giring Nidji Rencanakan Liburan
Ia juga mengimbau pemerintah untuk mengurangi batas kecepatan di daerahnya masing-masing, 44 negara memiliki ketentuan tentang helm yang berlaku untuk semua pengendara dan penumpang sepeda motor, dan 53 negara memiliki aturan berdasarkan usia, tinggi atau berat badan, dan menerapkan pembatasan usia anak, sebagai penumpang mobil yang duduk di kursi depan. Laporan ini juga menemukan bahwa 80 persen kendaraan yang dijual di seluruh dunia, tidak memenuhi standar keselamatan dasar, khususnya di negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk hampir 50 persen dari 67 juta mobil penumpang baru yang diproduksi pada tahun 2014.
"Momentum mudik Lebaran 2018 mengingatkan kita akan tingginya risiko kecelakaan lalu lintas dan kematian. Sudahkah kita mencegahnya?" kata Wikan.