TEMPO.CO, Jakarta - Kecintaan pada sepak bola, sebetulnya sama saja dengan kecintaan kita pada sesuatu yang lain. Begitu disebutkan Spesialis kedokteran jiwa dari Omni Hospital, Alam Sutera, Tanggerang, Dr Andri, kepada TEMPO.CO, Sabtu 23 Juni 2018.
Jadi, emosi yang muncul saat tim jagoannya kalah, sama saja saat kita kehilangan benda yang kita sayangi, atau bahkan sama seperti orang yang kita cintai pergi. “Ada perasaan kehilangan pada keadaan tersebut,” katanya lewat voice message yang dikirim lewat pesan singkat.
Baca juga: Jakarta Tambah Usia, Ini 3 Hal yang Jadi Ciri Khasnya
Siapa yang tak mau tim favorit kita menang? Kita berharap tim favorit menang. Tapi dalam olahraga kan ada yang menang ada yang kalah. Tim Jagoan kita maunya jadi juara dunia, tapi pada kenyataannya ternyata tersisih dibabak kualifikasi. Apa yang harus dilakukan?
Andri menyarankan sebaiknya jika tak mampu mengendalikan emosi, maka ada baiknya kita belajar sebelum kejadian tersebut berlangsung. “Misalnya saat timnya akan bertanding, cobalah melihat catatan statistik pertandingan mereka. Jika tidak selalu beruntung, maka janganlah terlalu berharap menang. Jadi di akhir pertandingan, tidak akan terlalu kecewa pada hasilnya,” ujar Andri serius.
Andri juga wanti-wanti, bahwa terpenting saat nonton bola itu menjaga rasionalitas kita sebagai manusia. Dalam tahapan kehidupan kita, kehilangan, ketidakpuasan, ketidak samaan antara harapan dan kenyataan, itu adalah hal biasa. “Kalau kita tetap objektif dan rasional, dalam menjaga pikiran dan rasa kita bahwa hal yang terjadi itu memang harus terjadi, dan kita tak bisa apa-apa terhadap apapun hasilnya selain daripada menerimanya, maka kita tak perlu khawatir.,” ujarnya panjang lebar.
Baca juga:
Mau Liburan ala Maia Estianty? Gunakan 4 Jurus Ini
Banjir Bandang: Efeknya Tak Hanya Ancam Kesehatan, Apa Lagi?
Disebutkan bahwa reaksi berlebihan saat demam sepak bola seperti Piala Dunia 2018 saat ini adalah hal wajar. Hanya saja, jika tidak bisa mengendalikan kemarahannya, bahkan sampai merusak lingkungan dan menyerang orang lain, maka sepertinya Anda harus siap-siap disebut tidak dewasa. “Orang seperti itu tidak dewasa, tidak mature. Sedih, nangis boleh saja saat tim kalah, tapi terpenting besoknya sudah baik lagi. Sedih dalam 1-2 hari tidak termasuk gangguan kejiwaan, itu hanya respon emosional yang biasa,” katanya.
Cara mencegahnya? Bersikap dewasa, dan harus tetap peduli, kalau menang atau kalah tidak berlebihan menyikapinya. Sebagai orang dewasa kita harus mampu menjaga emosi dan perilaku sendiri. Terutama saat nonton sepak bola secara langsung yang emosinya sangat terpengaruh juga oleh suasana lingkungan sekitar. “Makanya yang fairplay itu seharusnya tak hanya di dalam lapangan, tapi juga di luar lapangan,” ujar Andri.