TEMPO.CO, Jakarta - Masuk sekolah baru memang tak selamanya penuh dengan kenangan yang menyenangkan. Kekecewaan adalah salah satu perasaan anak yang harus Anda hadapi manakala sekolah yang diharapkan ternyata menolak.
Karena itu, selain menyiapkan dana, orang tua harus menyiapkan mental agar buah hati tak berlama-lama dirundung “patah hati”. Apalagi bagi anak yang hendak masuk jenjang pendidikan formal.
Baca juga: 5 Jenis Cokelat: Courverture Adalah Terbaik, Apa yang Termurah?
Feka Angge Pramita, psikolog Klinik Anakku, menyebut persiapan mental sangat penting karena pendidikan tidak hanya mengenai rutinitas harian, tapi juga bagaimana aktivitas belajar dan kemandirian dibentuk. Misalnya, bagaimana ketika ditinggal, si anak tidak cemas dan menangis lagi.
“Bila dia belum siap, sudah pasti akan sering tidak mau sekolah. Kalaupun dibawa ke sekolah, dia menangis menuju sekolahnya, atau minta didampingi selama belajar di sekolah,” ujar Feka.
Baca Juga:
Persiapan mental anak bisa dilakukan sejak pemilihan sekolah, misalnya dengan mengajak anak ke calon tempatnya belajar, juga melihat kondisi lingkungan sekolah dan guru-gurunya, sehingga ketika masuk, dia akan lebih siap. Ini adalah upaya pembiasaan agar anak tak merasa asing dan cemas.
Selain itu, Anda bisa mengikuti saran pemerintah agar menyekolahkan anak di lokasi yang dekat dengan tempat tinggal. Menurut pengamat pendidikan Universitas Padjadjaran, Satriana, tujuannya adalah kontrol dari orang tua lebih terjaga dan mengurangi risiko anak kelelahan karena harus menempuh jarak yang jauh untuk sampai ke sekolah.
Baca juga:
Minyak Esensial Solusi Stres Penduduk Kota, Tilik 4 Jenisnya
Heboh Syahrini Pakai Tas KW, Tilik 4 Trik Mengenali Produk Palsu
Namun bagaimana jika sekolah di dekat tempat tinggal ternyata tidak memenuhi kualitas yang diharapkan orang tua?
Satriana menilai orang tua harus paham bahwa sarana dan prasarana bukan ukuran utama. Sebab, yang terpenting adalah kualitas guru yang mampu mendidik anak menjadi lebih baik.
Dia mengambil contoh kisah Andrea Hirata yang difilmkan, Laskar Pelangi. “Keterbatasan sarana dan prasarana tidak menghalangi seorang guru mendidik anak muridnya dengan sangat baik,” katanya.
Menurut dia, mahalnya biaya sekolah dengan fasilitas di atas rata-rata tidak selalu berbanding lurus dengan keberhasilan pendidikan yang baik bagi anak. Hal terpenting, kata Satriana, anak mendapat pengetahuan yang mencukupi sesuai dengan masa perkembangan pada umumnya.