TEMPO.CO, Jakarta - Pada peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli, ada beberapa isu yang diangkat. Aktivis perempuan di Sulawesi Tengah misalnya, meminta pemerintah meminimalisasi terjadinya pernikahan dini. Seruan ini sebagai bentuk langkah perlindungan dan pemenuhan hak anak di daerah tersebut.
Baca: Kementerian PPPA Kirim Tim Cek Pernikahan Dini di Bantaeng
Perkawinan usia anak memang masih terjadi di beberapa negara khususnya di negara berkembang dan miskin. Pernikahan dini ini banyak dialami oleh anak perempuan yang berpendidikan rendah dan berasal dari keluarga kurang mampu. Beberapa dari mereka pun tinggal di pedesaan atau di daerah tertinggal.
Vice President of Life Operation division Sequis Eko Sumurat mengingatkan bahwa penting untuk menekan kematian ibu dan anak. Salah satunya dengan menentang perkawinan usia anak. "Anak mendapatkan hak untuk bertumbuh, bermain, memiliki rasa aman, pendidikan terbaik dan gizi yang layak, serta layanan kesehatan," kata Eko dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 23 Juli 2018.
Menyambut Hari Anak Nasional 2018, Sequis mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya perkawinan usia anak. Sehingga anak bisa memikiki kesempatan lebih baik untuk berkontribusi bagi bangsa. "Kita perlu menyadari risiko yang ditimbulkan dari pernikahan dini," kata Eko.
Berikut adalah risiko kehamilan dan persalinan yang mengintai pada pernikahan usia dini.
Secara anatomi, tubuh remaja belum siap untuk proses mengandung dan melahirkan. Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan Omni Hospitals Alam Sutera Hanjojo Tjandra mengatakan seseorang yang sudah mengalami pubertas belum dapat disebut dewasa. Karena pubertas menandakan si anak memasuki masa remaja. "Pada masa ini, organ reproduksi mulai tumbuh dan berkembang menuju kedewasaan. Jadi sebaiknya tidak digunakan untuk melakukan hubungan seksual dan reproduksi," kata Handojo.
Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Head of Health Claim Department Sequis A.P. Hendratno. Menurutnya, masa pubertas pada remaja putri terkait dengan mendapatkan haid dan tidak berhubungan dengan dewasa secara biologis maupun mental. Organ reproduksi pun bertumbuh tidak persis sama untuk setiap orang, biasanya antara usia 16 -22 tahun. Organ intim berfungsi 100 persen biasanya ketika mencapai minimal 3-5 tahun pascahaid. Perkawinan usia anak biasanya tidak didasari oleh pengetahuan reproduksi dan secara anatomi tubuh pun belum siap untuk melakukan hubungan seks dan melahirkan.
Baca: Fenomena Menikah Muda, Ini Pemicunya Menurut Psikolog
Hendra mengatakan hubungan seksual yang dilakukan di usia kurang dari 17 tahun dan dilakukan dengan paksaan tanpa pengetahuan dasar kesehatan reproduksi mengandung risiko terkena penyakit menular seksual, penularan infeksi HIV, dan kanker leher rahim. Hal ini terjadi karena organ reproduksi anak perempuan belum siap untuk melakukan hubungan seksual. Ukuran rahim remaja putri pun belum siap untuk kehamilan. Ukuran panggul pun belum siap sepenuhnya untuk persalinan. "Sehingga persalinan pada masa remaja dapat meningkatkan risiko persalinan caesar dan komplikasinya," kata Hendra.
Handojo menambahkan selain komplikasi dan kemungkinan anak melakukan persalinan caesar, perempuan itu akan mengalami plasenta akreta atau perlengketan ari-ari pada harim. "Pada paska persalinan juga akan rentan karena pendarahan," kata Handojo.
Hubungan seksual dan kehamilan di usia muda juga bisa mengakibatkan komplikasi obstructed labour, yaitu gangguan pada fungsi otot uterus. Pada kasus ini terjadi peregangan uterus yang berlebihan. Hubungan seksual dan kehamilan di usia muda pun kemungkinan akan mengalami obstetric fistula, yaitu urin atau feses melalui vagina karena tejadi kebocoran akibat rusaknya organ kewanitaan. Penyakit lain yang mengintai adalah carsinoma serviks atau penyakit kanker leher rahim karena semakin muda usia seseorang melakukan hubungan seksual pertama kalinya, maka semakin besar risiko terkontaminasi virus pada daerah reproduksi.
Baca: Serius Mau Menikah Muda? Simak dulu 4 Tantangan Ini
Handojo menambahkan pada masa kehamilan, ibu yang masih remaja juga rentan mengalami anemia atau kekurangan darag dan tekanan darah tinggi. Sayangnya, kondisi ini sering tidak terdeteksi pada tahap awal, tapi dapat menyebabkan terjadinya kejang, pendarahan bahkan kematian pada ibu.