TEMPO.CO, Jakarta - Gempa Lombok yang terjadi kemarin efeknya masih dirasakan sampai sekarang. Dari jumlah korban yang terus bertambah, dan kerugian material yang tak terhitung besarnya. Beberapa peneliti pernah melakukan riset juga terkait efek gempa pada kesehatan.
Baca juga:
Gempa Lombok, Ada 203 Kali Gempa Susulan
Pendaki Asal Malaysia Jadi Korban Tewas Gempa Lombok
Salah satunya adalah yang dilakukan para peneliti dari Hebei Medical University Institute of Mental Health, Shijiazhuang, Cina. Penelitian yang dipublikasikan di The National Center for Biotechnology (NCBI) pada Desember 2016 ini mempelajari efek jangka panjang pada faktor risiko penyakit kardiovaskular dari stres dari pengalaman langsung gempa bumi pada orang muda.
Objek penelitian dilakukan pada para pekerja yang lahir antara 1 Juli 1958 dan 1 Juli 1976 dan diperiksa di Rumah Sakit Umum Kailuan antara Mei dan Oktober 2013. Semua subjek dibagi menjadi tiga kelompok sesuai dengan pengalaman mereka tentang gempa Tangshan pada 28 Juli 1976.
Ilustrasi penderita diabetes. Dok: StockXpert
Hasilnya, pengalaman gempa di tahun-tahun awal kehidupan memiliki efek jangka panjang pada detak jantung istirahat dewasa, kolesterol total, dan glukosa plasma puasa, terutama di kalangan pria. Disebutkan bahwa denyut jantung istirahat (p = 0,003), kolesterol total (p <0,001), dan glukosa darah puasa (p <0,001) secara signifikan lebih tinggi pada mereka yang mengalami gempa dibandingkan dengan kontrol tidak terpapar, efeknya terbatas pada laki-laki berusia 40 tahun atau lebih pada saat analisis.
Sebelumnya pada 2014, para peneliti dari universitas yang sama juga melakukan penelitian untuk mengetahui efeknya pada kadar gula dalam tubuh.
Penelitian juga masih terkait pada efek gempa bumi Tangshan 1976. Penelitian dilakukan pada 1.551 orang dewasa (berusia 37 atau lebih) di kota Tangshan Cina.
Jumlah subjek yang pertama kali diidentifikasi dengan diabetes atau memiliki GDP normal tetapi dengan riwayat diabetes ditambahkan untuk perhitungan prevalensi diabetes. Analisis statistik diterapkan pada data baseline, dan insiden IFG (Impaired Fasting Glucose) atau pra diabetes serta diabetes di antara semua kelompok.Hasilnya, perbandingan statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kadar glukosa puasa rata-rata antara kelompok kontrol dan kelompok paparan.
Baca juga: Banyak Pendaki Gunung Rinjani Diduga Menjadi Korban Gempa Lombok
Namun, prevalensi IFG dan diabetes di antara kelompok paparan menampilkan varian yang signifikan dengan kelompok kontrol. Prevalensi diabetes di antara kelompok-kelompok paparan secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Perempuan lebih cenderung menderita diabetes setelah mengalami tekanan gempa dibandingkan dengan laki-laki. Stres gempa dikaitkan dengan insiden diabetes yang lebih tinggi sebagai faktor independen.
NCBI | AMS