TEMPO.CO, Jakarta - Sejarah Indonesia diisi oleh ide, gagasan, dan gerakan yang dilakukan oleh anak-anak muda. Saat ini banyak anak muda mencoba berkecimpung di berbagai bidang dengan minat dan gagasannya masing-masing. Salah satu yang dilirik oleh anak muda adalah sektor kesehatan.
Baca: Gangguan Saraf Ini Sering Dialami Usia Produktif, Tilik Solusinya
Mereka tak hanya menjadi pekerja formal di bidang tersebut, tapi juga menjadi penggerak di bidang kesehatan di luar institusi pemerintahan. Misalnya saja apa yang dilakukan Gagah Septianto melalui platform We Care yang didirikannya. We Care merupakan perusahaan start-up yang bergerak untuk menggalang dana bagi pasien yang memiliki keterbatasan dari sisi keuangan dan tinggal di daerah yang sulit dijangkau.
Sampai saat ini, We Care, yang baru berumur dua tahun, sudah membantu 344 pasien dengan sekitar 10 ribu donatur. Total donasi yang dikumpulkan sampai saat ini sebanyak Rp 4,63 miliar. “Tujuannya membuat orang berbuat baik dengan lebih mudah,” kata Gagah dalam sebuah diskusi kesehatan di Gedung Tempo, Jakarta, 9 Agustus 2018.
Gagah mengatakan orang Indonesia, jika tidak bisa mendanai biaya kesehatannya, akan mencoba mencari pinjaman. Namun hal itu akan menyulitkan mereka ketika mengembalikan pinjaman. Opsi terakhir yang biasanya mereka tempuh adalah keluar dari rumah sakit dan kembali ke rumah. Di sinilah We Care hadir dengan mencoba membantu, meski ia menyatakan program BPJS Kesehatan yang dilakukan pemerintah sudah baik. “Tapi ada saja kejadian di lapangan dari sisi pasien dan providernya.”
Baca: Kecelakaan Penyebab Kematian Terbesar Anak Muda
Gagah menjelaskan bahwa anak muda memang harus mulai mempelajari masalah yang ada di masyarakat. Seringkali ia merasa ego anak muda terlalu tinggi, sehingga antara yang diinginkan dan yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat tidak cocok. “Mereka terobsesi dengan solusi dan tidak rendah hati jika solusinya salah,” kata dia.
Gagasan lain dilakukan oleh Hasna Pradityas sebagai co-founder organisasi Smoke Free Agents. Berdiri sejak 2013, Tyas bersama kawan-kawannya tergerak melakukan kampanye di media sosial mengenai bahaya rokok bagi kesehatan. Ia merasa saat itu di lingkungannya belum banyak yang paham mengenai bahaya merokok.
Tyas bersama organisasinya kemudian membangun sejumlah kampanye kreatif dalam bentuk video, tagar, dan infografis yang menarik. Mereka juga sering melakukan edukasi di kampus-kampus bekerja sama dengan sejumlah universitas di Indonesia.
Tyas merasa harus ada keterlibatan anak muda dalam gerakan seperti ini karena anak muda merupakan investasi untuk kesehatan bangsa ke depan. Ia juga menilai kesehatan merupakan fondasi bagi kondisi negara yang lebih baik. “Saya percaya the power of money akan kalah oleh the power of reasons,” kata dia.
Baca: Anak Muda Indonesia Ikuti Football for Friendship di Moskow
Keterlibatan anak muda di sektor kesehatan—meski bergerak di luar institusi kesehatan—selaras dengan keinginan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang hendak melihat aksi dari tiap negara di bidang kesehatan, terutama menyangkut pelaksanaan pedoman-pedoman kesehatan yang sudah mereka keluarkan. “Anak muda harus menjadi pembuat perubahan,” kata Advisor WHO, Diah Saminarsih, di Jakarta, kemarin.
Diah mengimbuhkan, WHO ingin melihat apakah pedoman yang dikeluarkannya memiliki dampak atau tidak ke negara anggota, dan jika memiliki dampak, berapa orang yang terkena dampak. “Itu semua konten dan substansi, perlu operator untuk menjalankan itu. Di sini pentingnya peran pemuda.”
Menurut Diah, anak muda bisa mulai mengkaji ide-ide yang ada, lalu melihat mana yang bisa mereka kerjakan dan mana yang dikerjakan oleh para pembuat keputusan. Pelibatan anak muda dari perencanaan sampai implementasi di bidang kesehatan harus sudah mulai dilakukan. “Dunia sekarang bertumpu kepada pemuda,” ujarnya.