TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit GERD alias Gastroesophageal Reflux Disease ditandai rasa nyeri di ulu hati atau sensasi terbakar di dada akibat naiknya asam lambung menuju esofagus.
Baca juga: Tolak Vaksin MR? Waspadai Dampak Penyakit Campak dan Rubella
Baca juga:
Meski tidak sampai menyebabkan kematian namun berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, GERD atau penyakit yang berhubungan dengan gastrointestinal menduduki 10 besar penyakit terbanyak penderitanya. Pasien biasanya datang ke dokter dengan keluhan di saluran pencernaan.
Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, dari Yayasan Gastroenterologi Indonesia (YGI) menyebut ada banyak faktor pemicu penyakit GERD. Di antaranya faktor usia, kegemukan, konsumsi obat, dan merokok. Di Asia, jumlah kasus penyakit GERD cenderung meningkat.
"Gaya hidup sedentari (malas bergerak), suka mengkonsumsi makanan cepat saji, dan kurang olahraga memicu juga. Ia meningkat sama seperti tren penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah lain," ungkap Ari kepada tabloidbintang.com di Jakarta, pekan ini.
Ari menambahkan, "Umumnya penyakit ini terdeteksi belakangan. Setelah menjalani pemeriksaan bersama dokter spesialis jantung, THT, dan paru ternyata enggak ada masalah. Baru pasien itu direkomendasikan kepada kami. Itu sebabnya, penyakit GERD kerap terlambat terdeteksi."
Baca juga: Apakah Anda Sakit GERD atau Tidak, Jawab Pertanyaan Berikut
Hal ini menjadi titik balik untuk menyadarkan masyarakat. Mereka terlalu awam untuk mengenal penyakit GERD apalagi gejalanya berkaitan dengan sesak napas karena asma berulang, nyeri mirip kelainan jantung, dan batuk.