TEMPO.CO, Jakarta - Mengajarkan sportivitas pada anak hal yang dilematis. Di satu sisi Anda ingin anak menghargai kompetisi dan berharap anak mengerahkan seluruh kemampuan agar meraih kemenangan.
Baca: Kata Kunci Susan Bachtiar Bagi Waktu Pekerjaan dan Keluarga
Di sisi lain Anda tidak ingin anak terbawa emosi dan tidak bisa mengendalikan diri ketika menghadapi situasi yang tidak diharapkan, lawan yang terlalu tangguh, dan kekalahan sebagai ujungnya. Lalu bagaimana cara menanamkan nilai-nilai sportivitas pada anak sejak dini?
“Bagaimana lombanya? Kamu menang atau kalah?” Dengan pertanyaan ini, secara tidak langsung Anda menanamkan, tujuan bertanding semata untuk meraih kemenangan. Padahal, yang intinya ditanamkan adalah menikmati pertandingan. Jadi, hindari pertanyaan itu dan ganti dengan, “Bagaimana pertandingan tadi? Seru atau tidak?”
Presiden Donald Trump, melihat anak-anak yang mengikuti lomba lari dalam acara Hari Olahraga dan Kebugaran Gedung Putih di Gedung Putih, Washington, 30 Mei 2018. AP
Sikap orang tua ketika menerima hasil pertandingan juga memengaruhi pemahaman anak terhadap kemenangan dan kekalahan. Apakah Anda terbiasa bersikap emosional bahkan sampai mengumpat ketika pemain jagoan Anda melakukan kesalahan? Apakah Anda terlalu mengagung-agungkan tim jagoan dan mengejek tim lawan yang kalah? Ingat, sikap seperti ini akan membentuk pola pikir, orang yang kalah adalah pecundang. Anak takut menerima kekalahan karena takut mendengar ejekan dan menjadi pecundang.
Tentu saja anak memerlukan jiwa kompetitif untuk memacu kemampuannya. Eileen Kennedy-Moore, psikolog klinis sekaligus penulis artikel “Learning to Be a Good Sport, Helping Children Cope with Winning and Losing” di situs web Psychology Today menyarankan agar orang tua mendorong anak “bertanding” dengan diri sendiri dahulu. Maksudnya, dorong anak untuk memecahkan rekor sendiri. Jika anak mampu mencetak 10 angka di sebuah pertandingan, siapa tahu di pertandingan selanjutnya ia berhasil mencetak 12 angka. Kalaupun tidak, selalu ada kesempatan lain untuk melakukannya.
Baca: Mengenalkan Sikap Sportif kepada Anak Sejak Dini
“Kadang anak memecahkan rekor, kadang tidak, namun dia bisa terus berusaha. Berkompetisi dengan diri sendiri adalah cara mudah untuk belajar bertoleransi terhadap kemenangan dan kekalahan,” kata Kennedy-Moore.