TEMPO.CO, Jakarta - Banyak orang tua yang sudah memasukkan anak ke sekolah pada usia 2 tahun. Hal ini tentu baik untuk melatih kemampuan dan bakatnya. Namun ada sisi lain yang harus diperhatikan orang tua.
Baca: Anak Buta Warna, Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua
Psikolog dan psikoterapis, Henny E. Wirawan, mengatakan bahwa memasukkan anak ke sekolah pada usia dini akan mempengaruhi sisi psikis dan perkembangannya. Jika anak tersebut memiliki bakat atau kemampuan yang harus disalurkan dengan benar, hasilnya memang akan baik. Namun, kalau anak itu biasa saja, malah akan membuatnya malas ke sekolah pada kemudian hari.
"Kalau anak tersebut kemampuannya biasa atau malah agak susah belajar, itu akan membuatnya merasa sengsara ke sekolah. Nanti, saat sudah waktunya tiba untuk sekolah, dia akan jenuh," kata Henny saat berbincang dalam acara So Klin Bright is You di Jakarta.
"Saya menemukan ada anak kelas 7 yang sudah tidak mau ke sekolah karena kesempatan bermain ketika kecil tidak ada. Maka, ketika dia dikasih gadget, mereka memilih gadget daripada sekolah. Malah anak sekarang milih jadi Youtuber. Pemerintah juga sekarang menyarankan agar usia anak masuk SD (sekolah dasar) itu 7 tahun," ujarnya.
Selain itu, memasukkan anak ke sekolah pada usia dini akan mempengaruhi perkembangan fisiknya. Menurut dia, anak di bawah umur 5 tahun harus banyak melakukan aktivitas fisik dibanding harus duduk diam di kelas.
"Tumbuh kembang secara fisik juga berpengaruh. Kalau di sekolah cuma diam. Anak sekarang banyak yang kinestetik (tidak bisa diam dalam waktu lama) karena kelebihan energi. Kalau dia dapat guru yang konvensional atau kuno, anak seperti ini akan dianggap nakal karena tidak bisa diam. Padahal dia memang menyerap ilmu dengan seperti itu," ucapnya.
Henny juga memaparkan, banyak sekolah, khususnya taman kanak-kanak (TK), yang memaksa muridnya belajar baca dan tulis. Belum lagi, SD yang mewajibkan siswa kelas 1 sudah bisa baca, tulis, dan hitung.
Baca: Potret Kedekatan Susan Sameh dengan Sang Ayah
"Itu banyak yang salah. TK kan taman kanak-kanak. Kalau di zaman saya dulu, namanya malah taman bermain karena mereka memang harusnya belajar sambil bermain. Kalau pegang pensil saja masih kayak orang mau nonjok, masak sudah harus bisa menulis? Ajarkan dulu anak bagaimana mereka melenturkan tangannya," tutur Henny.