TEMPO.CO, Jakarta - Maraknya perilaku berisiko pada remaja hingga bunuh diri ternyata ditengarai akibat waktu tidur yang kurang.
Baca juga: Tidur Gampang Tapi Sulit Bangun Pagi? Waspada Depresi Ini
Para penulis yang mempublikasikan hal itu dalam The Journal of the American Medical Association (JAMA) Pediatrics menyebutkan waktu tidur malam yang lebih sedikit pada remaja usia sekolah meningkatkan peluang bagi dirinya melakukan perilaku membahayakan.
“Risiko saat mengemudi dalam kondisi mabuk, melakukan aktivitas seksual tidak aman, berperilaku agresif, serta menggunakan alkohol, tembakau, dan obat-obatan lainnya,” demikian ditulis para peneliti, yang hasil penelitiannya dipublikasikan dalam jurnal JAMA Pediatrics, seperti dilaporkan CNN, Senin, 1 Oktober 2018.
Dalam studinya, para peneliti melibatkan peserta remaja yang memiliki waktu tidur 8 jam atau lebih, 7 jam, serta 6 jam atau kurang. Ternyata, tim peneliti menemukan ada hubungan yang kuat antara kurang tidur, suasana hati, dan menyakiti diri sendiri.
Remaja dengan waktu tidur kurang dari enam jam setiap malam berisiko tiga kali melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan dengan remaja yang memiliki waktu tidur hingga delapan jam atau lebih. Mereka juga dilaporkan melakukan percobaan bunuh diri hingga memerlukan perawatan.
Ilustrasi depresi. Shutterstock
Hasil penelitian itu berdasarkan data pada Februari 2007-Mei 2015 dari Survei Perilaku Berisiko Pemuda. Survei yang berbasis di Amerika Serikat ini berhubungan dengan risiko kesehatan pada masa muda, dan ditemukan lebih dari 70 persen siswa sekolah menengah atas (SMA) yang tidak memenuhi rekomendasi waktu tidur malam selama delapan jam.
“Laporan -laporan sebelumnya telah mendokumentasikan bahwa siswa SMA yang waktu tidurnya kurang dari delapan jam itu meningkatkan risiko berperilaku merugikan,” kata Matthew Weaver, dosen kedokteran di Harvard Medical School serta rekan epidemiolog di Divisi Gangguan Tidur dan Gangguan Circadian (jam biologis tubuh) di Brigham and Women’s Hospital.
Weaver menambahkan, “Studi kami menambah literatur ini dengan menggunakan kumpulan data yang diperbarui lebih besar melalui interval studi yang lebih panjang dan dengan memasukkan informasi tidur yang lebih rinci dan melihat lebih banyak jenis perilaku pengambilan risiko."
Menurut Ret Gruber, Direktur Laboratorium Tidur, Perilaku, dan Perhatian di Douglas Mental Health University Institute dan Lektor Kepala di Departemen Psikiatri di McGrill University, ukuran sampel dan kategorisasi durasi tidur bermanfaat untuk penelitian. Gruber tidak terlibat penelitian.
“Saya pikir hal itu memperkuat apa yang kami yakini adalah kasusnya. Saya tidak yakin bahwa masing-masing temuan itu benar-benar mengejutkan atau baru, tapi hal itu pasti membenarkan apa yang kami pikirkan. Kadang-kadang, tantangan dengan penelitian lain, mereka mungkin jauh lebih kecil atau sampel mungkin tidak dipilih dengan benar, mungkin bias. Jadi saya pikir metodologi dalam hal sampling dan ukuran sampel adalah kekuatan nyata," ucap Gruber.
Weaver dan Gruber mencatat bahwa terdapat keterbatasan penelitian, termasuk data yang dilaporkan peserta, dan tidak menunjukkan kejadian saling menyebabkan antara tidur dan perilaku.
Kendati demikian, Gruber tetap menyarankan orang tua memperhatikan jadwal tidur anak remajanya. Sebab, hal itu berpengaruh pada kehidupan, kegiatan, suasana hati, dan perilaku remaja.
Baca juga: 19 Persen Remaja di Negara Berkembang Hamil Sebelum 18 Tahun