TEMPO.CO, Jakarta - Kesehatan harus terus dijaga walau di kawasan bencana sekalipun. Kota Palu mengalami dua tipe bencana, yaitu gempa bumi dan tsunami. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Demi tetap sehat, masyarakat pun diimbau mengikuti anjuran kesehatan tanggap darurat ini. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Anung Sugihatono mengatakan, untuk gempa bumi yang harus diwaspadai pada masa tanggap darurat adalah hal-hal yang berkaitan dengan tetanus.
Baca: 7 Makanan Ini Sering Dianggap Jahat, Padahal Banyak Manfaatnya
“Yang paling rawan di masa tanggap darurat adalah tetanus, karena melihat sebagian besar rumah roboh, orang luka, perawatan luka yang belum ideal karena keterbatasan-keterbatasan yang ada. Tetanus menjadi satu ancaman yang cukup tinggi,” kata Anung dalam keterangan pers pada 5 Oktober 2018.
Menurutnya, sesungguhnya kita sudah punya modal awal yaitu imunisasi DT yang sudah dilakukan. “Ini menjadi suatu modal awal. Nah sekarang yang perlu adalah anti tetanus serumnya untuk mereka yang luka dan untuk relawan yang sadar atau tidak sadar nanti menolong, kemudian ada kemungkinan luka dengan memegang reruntuhan bangunan,” kata Anung.
Bencana kedua adalah tsunami yang sebagian besar merusak fasilitas umum, berkaitan dengan air bersih. “Tentu air bersihnya jadi tercemar. Yang perlu kita waspadai adalah hal-hal yang berkaitan dengan infeksi saluran pencernaan, diare dan tentunya kontaminasi dari berbagai hal. Kita juga belum bisa menghindari kolera. Kita belum bisa menyatakan bebas kolera karena masih banyak fasilitas yang digunakan oleh masyarakat yang tidak higienis dan di situ ada kuman kolera,” kata Anung melanjutkan.
Baca Juga:
Menurut Anung, setelah masa tanggap darurat yang perlu kita waspadai adalah penyakit infeksi saluran pernapasan atas terutama untuk Balita karena pada saat melakukan evakuasi dan kemudian membersihkan puing-puing, akan ada kemungkinan debu yang cukup banyak.
Selanjutnya yang juga perlu menjadi kewaspadaan adalah timbulnya penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kebersihan sanitasi, seperti gatal, infeksi pada kulit, dan hal-hal lain termasuk infeksi pada mata.
Anung juga menjelaskan dampak bencana terhadap penurunan cakupan imunisasi. “Sebagai akibat yang tidak langsung adalah dengan kejadian ini kinerja untuk pencegahan terutama imunisasi dapat diprediksi akan menurun karena tenaga kesehatan fokus pada evakuasi. Tentu banyak penyakit ini harus kita waspadai. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan surveilans epidemiologi secara ketat,” kata Anung.
Sekretaris Jendral Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (Sekjen PB IDI) Moh Adib Khumaidi juga berada di Sulawesi Tengah untuk memberikan bala bantuan di lokasi bencana. Adib juga menyarankan agar para penyintas memperhatikan sanitasi, gizi dan pengendalian trauma.
Berbagai fasilitas umum yang rusak akibat bencana yang terjadi di Palu dan sekitarnya membuat masyarakat perlu mewaspadai masalah kebersihan lingkungan. "Kalau sanitasi tidak dijaga, beberapa penyakit seperti masalah saluran pencernaan atau diare bisa timbul," katanya kepada Tempo pada 4 Oktober 2018.
Ia juga mengingatkan agar para penyintas mencoba terus mencukupkan gizi. Memang ketersediaan logistik pastinya sangat susah. Namun menurutnya bahan pangan dari berbagai organisasi kemanusiaan sudah mulai didistribusikan kepada para penyintas bencana.
Baca: Tips Diet Alami Tanpa Merusak Tubuh
Terakhir, masalah yang perlu diatasi dalam kasus bencana adalah mengendalikan trauma. Ia yakin banyak penyintas yang mengalami trauma akibat kejadian bencana ini. Tidak hanya masyarakat sipil, para dokter setempat pun masih ada yang mengalami trauma. "Dokter yang merupakan penduduk setempat masih belum bisa melakukan tugasnya secara maksimal. Ada yang masih harus mengatasi trauma, ada juga yang harus memikirkan tentang keluarganya yang juga menjadi salah satu dari korban bencana ini," kata Adib.